Kasus UPS, Lulung Minta Bareskrim Periksa Anggota DPRD DKI Lain

Kamis, 14 Mei 2015 | 08:28 WIB
Kasus UPS, Lulung Minta Bareskrim Periksa Anggota DPRD DKI Lain
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Haji Abraham Lunggana alias Lulung (batik coklat) penuhi panggilan Bareskrim Mabes Polri Jakarta, Kamis (30/4). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Lulung berharap Bareskrim Mabes Polri tak hanya meminta keterangan darinya  terkait kasus korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) tahun 2014.

Lulung berkeyakinan banyak anggota dewan lainnya ada beberapa anggota dewan yang sebelumnya berada di komisi E DPRD DKI Jakarta mengetahui rencana pengadaan UPS.

"Kenapa mesti saya terus yang (harus dimintai keterangan), yang lain kan ada (yang mengetahui pengadaan UPS di komisi E)," ujar Lulung kepada suara.com melalui sambungan telepon, Rabu (13/5/2015).

Lulung setidaknya sudah dua kali dipanggil penyidik Polri terkait kasus UPS. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengaku tak tahu kapan bakal kembali diperiksa.

"Belum-belum, saya belum tahu, saya dimintai keterangan lagi atau nggak," kata Lulung.

Kasus UPS semula dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan baru kemudian dilimpahkan ke Bareskrim Polri. Dana pengadaan UPS dicurigai bocor lantaran harganya yang kelewat mahal. Dalam anggaran, satu unit UPS dihargai Rp5,8 miliar. Padahal, menurut penyidik harga standarnya hanya Rp1,2 miliar.

Dalam kasus ini, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri telah menetapkan dua orang tersangka atas kasus korupsi pengadaan UPS, yakni Zaenal Soleman dan Alex Usman. Alex diduga melakukan korupsi pengadaan UPS saat menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat.

Sedangkan Zaenal Soleman ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga bersama-sama melakukan korupsi ketika menjadi PPK pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat. Keduanya dijerat pasal 2 dan atau 3 Undang-undang No. 31/1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambahkan dengan UU 20/2001 tentang Tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.       

REKOMENDASI

TERKINI