Suara.com - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi suap jual-beli gas alam di Bangkalan, Madura, Fuad Amin Imron, kembali menjalani sidang lanjutan hari ini, Rabu (13/5/2015), di Pengadilan Tipikor Jakarta, dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) terdakwa atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam eksepsinya, salah satu yang diajukan oleh Fuad kepada Majelis Hakim adalah agar memindahkan proses peradilan kasusnya ke Pengadilan Tipikor Surabaya.
"Selanjutnya memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, untuk memutuskan putusan sela sebagai berikut: menyatakan Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara ini, melimpahkan perkara ini kepada Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya," papar penasihat hukum Fuad Amin, Firman Wijaya, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Menurut Firman, pihaknya meminta sidang perkara kliennya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya lantaran banyaknya saksi dalan perkara ini yang berdomisili di Surabaya. Menurutnya, ada sekitar tiga ratusan orang saksi berada di Surabaya, sementara yang ada di Jakarta hanya ada lima sampai enam orang saja. Karena itu menurutnya, berdasarkan hukum yang berlaku, tidak ada alasan bagi KPK untuk melanjutkan sidang Ketua DPRD Bangkalan nonaktif ini dilakukan di Jakarta.
"Unsur-unsur pasal 84 ayat 2 KUHAP secara mutlak terpenuhi. Bahwa rumusan untuk menentukan kaidah hukum tentang pengadilan negeri mana yang paling berwenang mengadili penggabungan perkara yang terjadi dalam berbagai pengadilan negeri, adalah harus memperhatikan tempat tinggal sebagian besar saksi yang diperiksa jauh lebih banyak di pengadilan negeri lain," jelas Firman.
Tidak hanya alasan itu yang diutarakan, biaya besar pun menjadi keberatan pihak Fuad Amin, apabila proses peradilan terus dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Hal tersebut disebut bertentangan dengan prinsip peradilan yang lebih mengedepankan kesederhanaan, ongkos ringan dan cepat.
"Sikap pengadilan yang tidak mengacuhkan kemudahan mendatangkan saksi yang hendak dipanggil adalah perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Oleh karenanya, sangat beralasan hukum bagi Majelis Hakim dalam perkara a quo untuk menyatakan menerima nota keberatan ini," tambah mantan pengacara Anas Urbaningrum tersebut.
Selain meminta agar proses peradilan dipindahkan, Fuad Amin melalui pengacaranya juga meminta agar Majelis Hakim menerima dan mengabulkan eksepsinya. Dengan demikian, dia pun sekaligus meminta Majelis Hakim agar memmbatalkan dakwaan JPU KPK, atau dengan kata lain tidak menerimanya.
"Selain itu, kami juga memohon kepada Majelis Hakim agar menerima dan mengabulkan eksepsi terdakwa Fuad Amin Imron, menyatakan surat dakwaan JPU KPK adalah batal demi hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima, mengeluarkan terdakwa dari Rutan Negara Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK, dan menetapkan biaya perkara ditanggung oleh negara," tutup Firman.
Ajukan Eksepsi, Fuad Amin Minta Sidangnya Dipindah ke Surabaya
Rabu, 13 Mei 2015 | 12:47 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Kasus Korupsi Timah, Rusbani Dituntut 6 Tahun Penjara
18 November 2024 | 20:29 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI