Pernyataan Presiden Joko Widodo yang mencabut syarat jurnalis asing melakukan kegiatan jurnalistik di Papua dinilai sebagai sikap reaktif oleh anggota Komisi I DPR RI Sukamta.
Pasalnya, menurut Sukamta, tindakan tersebut hanya merespon desakan dunia internasional atas ditangkapnya dua jurnalis Perancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, di Wamena, Papua, karena menyalahi izin tinggal.
"Pendekatan yang dilakukan Jokowi adalah pendekatan reaktif bukan substantif atau bisa jadi karena desakan dari dunia internasional karena ada dua pers Perancis yang ditahan karena meliput di Papua, Jokowi akhirnya mencabut syarat ketat bagi pers asing melakukan liputan di Papua," kata anggota Fraksi PKS dari daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam pernyataan tertulis yang dikirim kepada suara.com, Rabu (13/5/2015).
Sukamta menambahkan pemerintah selama ini sering membuat kebijakan reaktif, termasuk dengan menangani pemberitaan asing tentang Papua.
Anggota DPR yang fokus pada isu pertahanan, intelijen, luar negeri, dan Kemenkominfo ini, mendesak Presiden Jokowi untuk lebih mementingkan kesejahteraan masyarakat Papua terlebih dahulu sehingga jika masyarakat Papua sudah baik secara ekonomi, maka masyarakat sendiri yang akan menyampaikan kepada jurnalis asing bahwa pendekatan Jokowi berbeda dari sebelumnya.
"Jokowi sebaiknya melakukan pendekatan berbasis pada kesejahteraan. Pendekatan yang lebih menekankan untuk meningkatkan pembangunan manusia bagi masyarakat Papua. Sehingga, jika pendekatan ini berhasil dibangun di Papua, baru pers asing boleh meliput sebebas-bebasnya di Papua," katanya.
Alumnus doktoral dari Manchester University UK ini mengingatkan Jokowi, tidak ada jaminan bahwa jika pers asing masuk ke Papua akan memberikan kabar positif tentang Indonesia dan melakukan pemberitaan secara cover both side sesuai dengan etika jurnalistik.
"Sederhananya, jika saat masih dibatasi saja, banyak berita asing yang melanggar prinsip-prinsip jurnalisme dan menyudutkan Indonesia di mata dunia, apalagi jika dibebaskan sebebas-bebasnya," katanya.
Sukamta juga mengingatkan Jokowi bahwa Indonesia pernah melepas Timor-Timur. Saat ini, hal tersebut, bisa saja terjadi kepada masyarakat Papua untuk melakukan referendum jika pers asing dibiarkan masuk.
"Kalau presiden sipil dahulu melepas Timor Timur, jangan sampai presiden sipil yang sekarang juga "melepas" Papua," kata dia.
Pasalnya, menurut Sukamta, tindakan tersebut hanya merespon desakan dunia internasional atas ditangkapnya dua jurnalis Perancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, di Wamena, Papua, karena menyalahi izin tinggal.
"Pendekatan yang dilakukan Jokowi adalah pendekatan reaktif bukan substantif atau bisa jadi karena desakan dari dunia internasional karena ada dua pers Perancis yang ditahan karena meliput di Papua, Jokowi akhirnya mencabut syarat ketat bagi pers asing melakukan liputan di Papua," kata anggota Fraksi PKS dari daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam pernyataan tertulis yang dikirim kepada suara.com, Rabu (13/5/2015).
Sukamta menambahkan pemerintah selama ini sering membuat kebijakan reaktif, termasuk dengan menangani pemberitaan asing tentang Papua.
Anggota DPR yang fokus pada isu pertahanan, intelijen, luar negeri, dan Kemenkominfo ini, mendesak Presiden Jokowi untuk lebih mementingkan kesejahteraan masyarakat Papua terlebih dahulu sehingga jika masyarakat Papua sudah baik secara ekonomi, maka masyarakat sendiri yang akan menyampaikan kepada jurnalis asing bahwa pendekatan Jokowi berbeda dari sebelumnya.
"Jokowi sebaiknya melakukan pendekatan berbasis pada kesejahteraan. Pendekatan yang lebih menekankan untuk meningkatkan pembangunan manusia bagi masyarakat Papua. Sehingga, jika pendekatan ini berhasil dibangun di Papua, baru pers asing boleh meliput sebebas-bebasnya di Papua," katanya.
Alumnus doktoral dari Manchester University UK ini mengingatkan Jokowi, tidak ada jaminan bahwa jika pers asing masuk ke Papua akan memberikan kabar positif tentang Indonesia dan melakukan pemberitaan secara cover both side sesuai dengan etika jurnalistik.
"Sederhananya, jika saat masih dibatasi saja, banyak berita asing yang melanggar prinsip-prinsip jurnalisme dan menyudutkan Indonesia di mata dunia, apalagi jika dibebaskan sebebas-bebasnya," katanya.
Sukamta juga mengingatkan Jokowi bahwa Indonesia pernah melepas Timor-Timur. Saat ini, hal tersebut, bisa saja terjadi kepada masyarakat Papua untuk melakukan referendum jika pers asing dibiarkan masuk.
"Kalau presiden sipil dahulu melepas Timor Timur, jangan sampai presiden sipil yang sekarang juga "melepas" Papua," kata dia.