AJI Desak Identitas 83 Jurnalis Penerima Suap ESDM Dibuka

Sabtu, 09 Mei 2015 | 01:07 WIB
AJI Desak Identitas 83 Jurnalis Penerima Suap ESDM Dibuka
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mendesak jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk membuka identitas 83 jurnalis yang diduga menerima suap dari Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).  Nama mereka disebut dalam dakwaan bekas Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno, yang kini menjadi terdakwa kasus korupsi.

"Membuka nama-nama mereka ke publik akan memberikan efek jera bagi jurnalis yang diduga menerima suap," ujar Ahmad Nurhasim, Ketua AJI Jakarta dalam pernyataan tertulisnya.  

Dalam surat dakwaan Waryono yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis 7 Mei 2015, Jaksa Penuntut Umum KPK menyatakan Waryono pada Desember 2011- Desember 2012, antara lain, memerintahkan anak buahnya memberikan uang kepada 83 jurnalis, total senilai Rp53,95 juta. Masing-masing jurnalis mendapat Rp650 ribu.

Uang suap tersebut berasal dari dana ilegal yang dikumpulkan oleh Waryono dan anak buahnya dari Kegiatan Sosialisasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Bahan Bakar Minyak Bersubsidi 2012.

Jurnalis yang menerima suap melanggar Pasal 7 ayat (2) Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal ini menyatakan setiap wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik.

Salah satu kode yang sangat penting, Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik, menyebutkan jurnalis Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran pasal tersebut, yang dimaksud menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Adapun suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi jurnalis.

Dengan kata lain, jurnalis yang menerima suap telah merusak independensinya dalam memberitakan hal-hal penting bagi publik. Jika kelak terbukti di pengadilan, jurnalis yang menerima suap tersebut telah menabrak UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers.

Kasus ini patut menjadi pelajaran bagi jurnalis untuk menolak segala bentuk benda, fasilitas, atau uang yang diberikan oleh narasumber. Sebab, suap dalam bentuk apapun kepada jurnalis akan mempengaruhi independensi dalam kegiatan jurnalistik. Suap kepada jurnalis juga mengancam kebebasan pers karena menjadikan jurnalis cenderung tidak independen saat melakukan kegiatan jurnalistik.

Terbongkarnya aliran dana haram ini menunjukkan  suap telah merasuki awak media, yang seharusnya gencar membongkar dan melawan korupsi.

"Suap seperti ini jelas membahayakan independensi jurnalis dan media," tegas Nurhasim.

Karena itu, AJI Jakarta mengingatkan kembali kepada para jurnalis untuk menaati kode etik. Dengan menaati kode etik, jurnalis akan bekerja mengutamakan kepentingan publik, bekerja secara independen dan profesional, dan menghasilkan berita yang benar, akurat, dan bisa dipercaya oleh publik.

AJI Jakarta juga mendesak semua kementerian dan lembaga negara non-kementerian untuk menghentikan pemberian amplop kepada jurnalis dan menghapus anggaran amplop untuk jurnalis. Sebab, pemberian amplop telah dan akan merusak independensi jurnalis dan media.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI