Suara.com - Pemerintahan junta militer Thailand memperkenalkan strategi baru untuk memberantas gerakan pemberontakan Muslim di bagian selatan negeri tersebut. Saat ini, pemerintah sedang menggalakkan pemeriksaan DNA terhadap penduduk di kawasan tersebut.
Kepala polisi di provinsi-provinsi bagian selatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia kepada Reuters mengatakan, pihaknya sudah mengambil sampel DNA lebih dari 40.000 warga. Dengan cara tersebut, mereka yakin penangkapan dan penuntutan terhadap mereka yang dituding terlibat pemberontakan menjadi lebih mudah.
Perlawanan terhadap pemerintahan di bagian Selatan mulai terjadi sejak tahun 2004. Hingga kini, lebih dari 6.500 orang, di mana sebagian besarnya adalah penduduk sipil, tewas dalam kekerasan, termasuk penembakan dan pengeboman.
Setelah bukti DNA dipakai untuk menangkap terduga pemberontak, semakin banyak orang yang ditangkap. Tahun lalu, ada 37 orang yang ditangkap terkait pemberontakan. Namun, empat bulan pertama di tahun ini saja, jumlahnya sudah mencapai 22 orang.
Militer mengklaim metode pengumpulan DNA ini efektif untuk menurunkan angka kekerasan. Namun, para pengacara dan aktivis mengatakan, cara ini kian membuat warga di Provinsi Pattani, Yala, dan Narathiwat terasing di rumah sendiri.
Ada sejumlah warga yang mengaku mengalami pemaksaan dari petugas untuk memberikan sampel DNA-nya. Namun, Komandan Pusat Operasi Polisi di Provinsi-provinsi Selatan Mayor Jenderal Anurut Kritsanakaraket menampik tudingan tersebut. (Reuters)