Suara.com - Setelah ditahan KPK, Selasa (5/5/2015) malam, mantan Menteri dan Energi Sumber Daya Mineral Jero Wacik terkesan mengiba-iba kepada mantan atasannya di pemerintahan agar ikut campur tangan membantunya menghadapi kasus yang sedang dihadapi.
"Saya tidak bisa apa-apa, saya mohon keadilan harus ditegakkan, harus tegak, adil," kata Jero usai diperiksa selama sekitar delapan jam di KPK.
Jero yang ketika itu mengenakan seragam khas tahanan KPK, rompi orange, kemudian menyebut nama Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Saya mohon Pak Presiden Jokowi, bapak mengenal saya dengan baik. Saya diperlakukan tidak adil. Pak Wapres Jusuf Kalla, lima tahun saya di bawah bapak. Pak SBY juga, Pak Presiden keenam. Karena saya diperlakukan seperti ini, saya mohon bantuan," kata Jero Wacik.
Mantan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu mengaku tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.
"Saya merasa ini tidak adil, seharusnya warga negara semua sama diperlakukan. Itu mengapa saya tidak mau menandatangani berita acara penahanan," kata Jero.
Jero kecewa dengan penahanan ini, mengingat ia merasa sudah menaati semua syarat untuk tidak ditahan.
"Saya menganggap saya sudah mengajukan permohonan untuk tidak ditahan dengan pernyataan tidak akan melarikan diri, akan kooperatif, tidak akan menghilangkan barang bukti dan tidak akan mengulangi perbuatan saya. Saya sudah ajukan tadi pagi, ternyata saya ditahan," katanya.
Hari ini merupakan pemeriksaan perdananya sebagai tersangka setelah beberapa kali dalam panggilan sebelumnya tidak memenuhinya lantaran sedang mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Seperti diketahui, Jero Wacik menjadi tersangka lantaran diduga melakukan pemerasan lewat kewenangannya sebagai Menteri ESDM dalam kurun waktu 2011-2012. Modus yang dilakukan adalah dengan memerintahkan anak buah untuk menambah dana operasional menteri. Selain mengumpulkan dana dari rekanan proyek di Kementerian ESDM, salah satu cara yang diperintahkan untuk meningkatkan dana operasional menteri tersebut adalah dengan menggelar banyak rapat fiktif.
Atas perbuatannya, Jero disangka melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP.
Selain itu, KPK pun mendapati bahwa Jero pernah menyalahi kewenangan saat menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Politisi Demokrat itu diduga melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau penyalahgunaan wewenang terkait anggaran di Kemenbudpar ketika menjabat sebagai menteri.
Akibat perbuatannya, diduga negara mengalami kerugian hingga sekitar Rp7 miliar. Jero kini disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.