Penangkapan Novel Diragukan Demi Penegakan Hukum

Senin, 04 Mei 2015 | 19:27 WIB
Penangkapan Novel Diragukan Demi Penegakan Hukum
Penyidik KPK Novel Baswedan saat keluar dari Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (2/5/2015), usai menandatangani berita acara penangguhan penahanan. [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengacara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan mempertanyakan kepentingan penyidik Bareskrim Polri menangkap Novel. Menurut salah satu kuasa hukum Novel, Ichsan Zikri, ada kejanggalan dalam penangkapan.

"Jadi surat penangkapan Novel tanggal 24 April, jadi surat perintah penangkapan itu tanggal 24 April, tapi yang seperti kita tahu, Novel baru ditangkap tanggal 1 Mei. Itu jadi timbul pertanyaan," kata Ichsan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/5/2015).

Pengacara Novel meragukan tindakan penyidik Bareskrim terhadap Novel semata-mata untuk kepentingan penegakan hukum.

"Penangkapan itu urgensinya apa sih? bener-bener untuk penegakan hukum, bahkan dia di luar penegakan hukum," katanya.

Senada dengan Ichsan, Muji Kartika Rahayu yang juga salah satu kuasa hukum Novel, menilai surat perintah penangkapan dan penahanan yang dikeluarkan Kabareskrim Komjen Budi Waseso sangat tidak lazim.

"Dasar dikeluarkannya surat perintah penangkapan dan penahanan salah satunya adalah Surat Perintah Kabareskrim No. Sprin/1432/Um/IV/2015/Bareskrim tertanggal 20 April 2015. Hal ini tidak lazim karena dasar menangkap-menahan adalah Surat Perintah Penyidikan. Kabareskrim bukan bagian dari penyidik yang ditunjuk untuk melakukan penyidikan," kata Muji.

Untuk itu, kata Muji, tim kuasa hukum menganggap ada intervensi terhadap proses penangkapan dan penahanan kliennya.

"Hal ini menunjukkan Kabareskrim telah melakukan intervensi terhadap independensi penyidik terkait kebijakan penyidikan yaitu penangkapan dan penahanan," kata Muji.

Sejak Januari 2015, konflik antara KPK dan Polri yang menyedot perhatian nasional, sudah tiga kali terjadi. Dimulai saat Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (saat itu) dicalonkan ke posisi kepala Kepolisian Indonesia oleh Presiden Jokowi yang lalu dipersoalkan KPK.

Berikutnya saat Wakil Ketua KPK (saat itu), Bambang Widjojanto, diperkarakan Kepolisian Indonesia, demikian juga dengan Ketua KPK (saat itu) Abraham Samad, dan terakhir penahanan Novel, yang juga anggota Polri. Personalia pimpinan KPK lalu diubah Presiden.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI