Jokowi akan Cek Kasus Aktivis FSPMI Bunuh Diri di GBK

Siswanto Suara.Com
Senin, 04 Mei 2015 | 16:46 WIB
Jokowi akan Cek Kasus Aktivis FSPMI Bunuh Diri di GBK
Presiden Joko Widodo di Jakarta Convention Center, Selasa (21/4). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada Jumat 1 Mei 2015 lalu menyisakan duka mendalam di kalangan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia. Pasalnya, salah seorang rekan mereka yang juga menjabat sebagai pengurus FSPMI, Sebastian Manuputi (32), meninggal dunia setelah membakar diri dan menjatuhkan diri dari atap stadion Gelora Bung Karno.

Kepergian aktivis yang getol memperjuangkan hak buruh, secara tragis tersebut, menyisakan sepenggal tanda tanya mengenai motif bakar diri yang dilakukannya. Rekan-rekan Sebastian yakin aksi tersebut bertujuan untuk menjadi martir bagi perjuangan buruh.

Saat dimintai pendapat atas kasus itu, Presiden Joko Widodo semula mengatakan belum tahu, namun kemudian Kepala Negara mengatakan akan mengecek informasinya.

"Saya malah belum tahu, nanti akan saya cek dulu," kata Jokowi kepada suara.com di sela peresmian program listrik 35 ribu megawatt di Goa Cemara, Gadingsari, Sandek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (4/5/2015).

Kasus yang menimpa Sebastian juga menjadi perhatian Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah Jakarta untuk lebih memperhatikan kebutuhan dasar warga, seperti kesehatan, pendidikan, serta transportasi publik.

"Kenapa kita dorong kesehatan, ini di setiap puskesmas termasuk KJP (Kartu Jakarta Pintar). Anak buruh juga boleh dapat KJP selama dia gak mampu, itu dalam rangka menolong mereka punya biaya hidup," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta.

Koordinator Bidang Organisasi FSPMI Obon Tabroni yakin motif aktivis buruh dari perusahaan yang memproduksi minuman kemasan merk Ale-Ale itu bukan faktor keluarga.

"Kalau dari faktor keluarga, rasanya tidak ada sesuatu yang masalah. Soalnya pagi itu, masih biasa-biasa saja," kata Obon kepada Suara.com, Minggu (3/5/2015) malam.

Sebastian dan istrinya, Samah, selama ini ngontrak di Kampung Cikedokan Barat, Rt 1/2. Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Orang tuanya tinggal Jalan Pulo Sirih Utara Dalam 3, Blok DC, Nomor 93, RT 4/14, Kelurahan Pekayon Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Kata Obon, Samah juga bekerja di Tirta Alam Segar.

"Almarhum belum punya anak, baru nikah sekitar setahun yang lalu," kata Obon.

Obon menduga motif aksi buruh PT Tirta Alam Segar di kawasan industri MM2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, ialah ingin menjadi seorang martir perjuangan buruh.

"Kalau saya lihat, dia terlibat banyak memperjuangkan teman-temannya yang mengalami kecelakaan kerja, seperti ada temannya yang tangannya buntung, status kerja temannya enggak jelas, kontrak terus, kemudian temannya dirawat, tapi Jamsosteknya dipotong setelah dirawat. Dia intens perjuangkan itu," kata Obon.

Sebastian juga sangat gigih memperjuangkan hak buruh untuk mendapatkan kesejahteraan.

"Beberapa kali dia terlibat ikut memperjuangkan ke pemerintah, tapi tidak ada tanggapan. Kelihatan dia frustasi," kata Obon.

Menurut Obon, Sebastian ingin semua pihak bisa melihat, mendengar, dan mengetahui tentang keadaan buruh.

Psikolog Efnie Indriani menduga motif yang dilakukan Sebastian adalah untuk memperjuangkan nilai-nilai yang diadopsinya terkait dengan hak buruh.

"Kalau orang sudah sampai berani bunuh diri berarti ada value yang dia adopsi. Ada orang-orang tertentu yang kepribadiannya diwarnai oleh believe. Believe ini terbentuk dari nilai-nilai yang diadopsinya, yang akhirnya mendorong dirinya melakukan aksi nekat seperti bunuh diri," kata Efnie kepada Suara.com.

Menurut sebuah survei, Efnie menambahkan ada 10 persen orang di dunia yang memiliki kepribadian untuk meyakini nilai-nilai yang dianutnya. Jika sudah merasuk ke alam bawah sadar, tak jarang orang yang termasuk dalam golongan ini melakukan segala upaya untuk memperjuangkannya.

"Dan biasanya sudah bisa sampai melakukan aksi nekat seperti itu, berarti nilai-nilai tersebut sudah betul-betul terinternalisasi ke dalam diri dia. Bisa saja dia berpikir, 'Aku mati seperti ini adalah pengorbanan yang hebat," imbuhnya.

Sebastian, menurut Efnie, bisa saja tak mempertimbangkan faktor istri dan masa depan keluarga ketika memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan aksi nekat.

"Pada 10 persen orang di dunia yang sangat menginternalisasi keyakinan mereka, itu efeknya bisa seperti terkena brain wash. Mereka tidak mempertimbangkan keluarga saya seperti apa, masa depan anak-anak saya seperti apa dampak jika melakukan itu apa," kata dia. (Wita Ayodhyaputri)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI