Suara.com - Tim kuasa hukum penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan telah mendaftarkan permohonan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/5/2015) siang.
Pengacara Novel tiba di pengadilan sekitar pukul 14.00 WIB. Mereka langsung masuk ke ruang Panitera Muda Pidana.
Menurut pantuan suara.com, Novel tidak ikut datang mendaftarkan gugatan, sama seperti yang dikatakan sebelumnya.
"Bentar ya kita daftar dulu," kata salah satu pengacara, Muji Kartika Rahayu.
Pengacara yang lain, Bahrain, sebelumnya mengatakan permohonan gugatan praperadilan hanya diwakilkan oleh tim kuasa hukum Novel.
"Novel tidak dihadirkan dulu," kata Bahrain.
Menurut Direktur Advokasi YLBHI materi gugatan praperadilan terkait upaya penahanan paksa dan penyitaan yang dilakukan penyidik Bareskrim Polri.
"Obyek materi lengkapnya akan saya sampaikan di PN nanti siang," kata dia.
Seperti diketahui, Novel Baswedan ditangkap paksa dari kediamannya lantaran dua kali tidak memenuhi panggilan penyidik. Tapi kemudian ia tak jadi ditahan.
Sejak Januari 2015, konflik antara KPK dan Polri yang menyedot perhatian nasional, sudah tiga kali terjadi. Dimulai saat Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (saat itu) dicalonkan ke posisi kepala Kepolisian Indonesia oleh Presiden Jokowi yang lalu dipersoalkan KPK.
Berikutnya saat Wakil Ketua KPK (saat itu), Bambang Widjojanto, diperkarakan Kepolisian Indonesia, demikian juga dengan Ketua KPK (saat itu) Abraham Samad, dan terakhir penahanan Novel, yang juga anggota Polri. Personalia pimpinan KPK lalu diubah Presiden.
Baswedan ditangkap petugas Bareskrim karena dua kali mangkir dari pemeriksaan atas kasus dugaan penganiayaan hingga mengakibatkan meninggal dunia terhadap seseorang pada 2004.
Dia ditangkap di rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Pusat, pada Jumat (1/5/2015) pukul 00.30 WIB.
Surat perintah penangkapan Novel diregistrasi dengan nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum yang memerintahkan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia untuk membawa Baswedan ke kantor polisi.
Kasus yang diduga melibatkan Novel ini sudah lama terjadi, pada Februari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet, setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang tewas.
Novel yang saat itu berpangkat inspektur satu polisi dan menjabat kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu dianggap bertanggungjawab karena melakukan penembakan tersebut.