Suara.com - Penangkapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, kembali menyulut ketegangan antara Polri dengan KPK. Banyak pihak meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk turun tangan menangani masalah tersebut.
Namun, pengajar hukum pada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Umar Husin mengatakan, seharusnya masalah ini tidak hanya menjadi urusan Presiden Jokowi. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno pun harus bergerak, seperti memediasi pertemuan antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.
"Bagaimana mau saling bersinergis dan bekerja sama, kalo bertemu aja susah. Seharusnya ada pertemuan rutin antara tiga lembaga ini, tentunya harus dimotori oleh Menkopolhukam," ungkap Umar di Gadi-Gado Boplo Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/5/2015).
Umar juga menegaskan bahwa dengan adanya pertemuan rutin tersebbut, bisa membicarakan masalah-masalah terjadi terutama dalam penegakan hukum. Dia menjelaskan pertemuan tersebut bukannya untuk mengatur perkara, melainkan juga bisa membicarakan kewenangan lembaga masing-masing.
"Bukan mengatur perkara. Misalnya membicarakan pemisahan wewenang, KPK saja yang menangani kasus korupsi dan Polri menangani kasus pidana. Ini contoh. Selain itu, juga bisa membicarakan masalah sinergi. Pasalnya masing-masing kan memiliki SOP sendiri, sehingga kecendrungannya menaati SOP-nya daripada KUHAP," tegas dia.
Pendapat senada juga disampaikan Mantan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim. Ia meminta agar Menko Tedjo tidak terus mengurusi masalah politik, tetapi juga memahami masalah institusi tiga lembaga tersebut.
"Ini kan terkesan Menkopolhukam menangani masalah politik, karena memang kementerian di bawahnya kecenderungan politik. Karena itu, Menko Tedjo harus benar membuktikan bahwa dirinya tidak menangani politik saja dengan dibuktikan keterlibatan menangani KPK-Polri," katanya.