Suara.com - Peristiwa larangan pengguguran kandungan oleh anak yang berusia 10 tahun di Paraguay mendapat kecaman dari LSM HAM Amnesty International.
Direktur Amnesty International untuk Amerika Selatan, Guadalupe Marengo menyatakan seharusnya anak perempuan Paraguay itu dibiarkan menggugurkan kandungannya. Meski Paraguay melarang pengguguran kandungan dalam undang-undangnya. Perempuan penggugur kandungan akan dipencara 15 sampai 30 hari.
Paraguay akan mengizinkan perempuan menggugurkan kandungan jika dalam bahaya. Pemerintah melihat bocah 10 tahun yang mengandung ini - sebut saja namanya Mawar - tidak dalam bahaya.
"Dampak fisik dan psikologis memaksa gadis muda ini akan ada jika dia melanjutkan kehamilan yang sama sekali tidak diinginkan itu. Ini samadengan penyiksaan," kata Marengo seperti dilansir independent.co.uk, Sabtu (2/5/2015).
Data PBB mencatat ada 26.000 aborsi ilegal di Paraguay tiap tahun. Statistik Internasional memperkirakan ibu hamil di bawah 15 tahun mempunyai risiko 5 kali lebih mungkin untuk meninggal akibat komplikasi saat melahirkan.
Berkaca pada kasus itu, Marengo mendesak pemerintah Paraguay tidak membiarkan Mawar lahirkan anaknya. Sebab dia kemungkinan akan mati.
"Paraguay harus bertanggungjawab di bawah hukum internasional. Negara harus menyelamatkan jiwa anak ini. Sebab mungkin banyak gadis-gadis lain dan perempuan yang bernasib sama seperti dia," tambahnya.
Sebelumnya, Mawar dihamili oleh ayah tirinya dengan cara diperkosa. Sang ibu yang mengatahui anaknya hamil, dia ingin dokter menggugurkan kandungannya. Namun pemerintah asal negara anak tersebut, Paraguay menolak untuk menggugurkan kandungan si anak.
Mawar, sebutlah nama si anak itu, baru ketahuan hamil pada 23 April kemarin. Si ibu cerita, Mawar mengeluh perutnya sakit. Mawar pun dibawa ke rumah sakit. Rupanya dia sudah mengandung 21 minggu.
Dokter rumah sakit itu meminta pemerintah Paraguay mengabulkan keinginan si ibu. Sebab Mawar diperkosa dan jika dibiarkan Mawar melahirkan bayi, dia terancam tewas saat melahirkan.