Enam Duel Paling Akbar dalam Sejarah Tinju Dunia

Liberty Jemadu Suara.Com
Jum'at, 01 Mei 2015 | 12:00 WIB
Enam Duel Paling Akbar dalam Sejarah Tinju Dunia
Duel Max Schmeling vs Joe Louis (New York City, 1936) [Screenshot YouTube].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Minggu (3/4/2015) esok para pecinta olahraga tinju di Tanah Air akan menjadi saksi salah satu duel paling akbar abad ini, yang mempertemukan Floyd Mayweather dengan Manny Pacquiao.

Pertarungan antara dua juara dunia ini sudah dinantikan selama bertahun-tahun dan menambah deretan daftar duel paling akbar di dunia. Berikut adalah enam pertarungan terbesar yang pernah disaksikan oleh dunia:

Max Schmeling vs Joe Louis (New York City, 1936)

Laga kelas berat ini sangat kental dengan aroma politik karena digelar menjelang Perang Dunia II. Schmeling asal Jerman melawan petinju Amerika Serikat, Louis di Yankee Stadium, New York.

Schmeling dengan mudah mengalahkan Louis, petinju karir kulit hitam pertama AS. Di ronde keempat Louis sudah dipaksa mencium kanvas. Louis berhasil bangkit kembali, tetapi menjadi bulan-bulanan Schmeling di ronde berikutnya. Pada ronde 12 ia kembali jatuh oleh sebuah uppercut keras.

Itu adalah kekalah pertama Louis, yang dijuluki Brown Bomber. Ia baru merasakan kekalahan 15 tahun kemudian. Louis sendiri berhasil membalas kekalahannya atas Schmeling pada 1941.

"Untuk kemenangan yang indah suami Anda, petinju besar Jerman, saya harus mengucapkan selamat kepada Anda dari hati yang paling dalam," pesan Kanselir Jerman, Adolf Hitler, kepada istri Schmeling.

Joe Frazier vs Muhammad Ali (New York City, 1971)

Laga yang dikenal dengan sebutan "Pertarungan Abad Ini" adalah duel brutal yang berlangsung dramatis sepanjang 15 ronde.

Ali memulai pertarungan dengan bagus, tetapi Frazier dengan garang menghunjaninya dengan pukulan demi pukulan untuk merebut kemenangan berkat keunggulan angka di akhir laga.

Ali, yang penuh memar, sempat dipukul jatuh di ronde terakhir. Ia berhasil bangkit lagi untuk terhindar dari kekalahan KO. Itu adalah kekalahan pertama Ali di tinju profesional.

Tiga tahun kemudian Ali membalas Frazier di sebuah laga non-gelar, dan pada 1975 kembali mengalahkan Frazier dalam pertarungan yang masyur dengan nama "Thirlla in Manila".

"Tak ada yang bisa memukul sekeras Frazier," kata Ali seusai pertarungan.

Muhammad Ali v George Foreman (Kinshasa, Zaire, 1974)

Ali adalah petarung yang tak diunggulkan dalam duel yang digelar di negara Afrika yang sekarang dikenal sebagai Republik Demokratik Kongo. Foreman ketika itu adalah juara kelas berat yang belum terkalahkan.

Sepanjang pertandingan Foreman menghantam tubuh Ali, tetapi Ali bisa menahan semua pukulan. Foreman yang ketika itu berusia 24, delapan tahun lebih muda dari lawannya, sukar mendaratkan pukulan ke wajah Ali.

Sementara Ali di sisi lain menggunakan strategi "rope a dope", menghabiskan banyak waktu di tali ring, menyimpan tenaga, menunggu ketika Foreman sudah kelelahan.

Dan saat yang dinanti-nanti Ali tiba di ronde delapan. Sempat terpojok di sudut ring, Ali dengan membalikan keadaan, melepaskan serangkaian pukulan keras ke kepala Foreman, yang memaksa anak muda itu terkapar di atas kanvas. Ali keluar sebagai pemenang.

"(Saat itu) Anda bisa mendengar wasit berhitung... pada hitungan ke 10, seluruh hidup saya hancur," kenang Foreman beberapa tahun kemudian.

Sugar Ray Leonard vs Thomas Hearns (Las Vegas, 1981)

Ini adalah laga antara dua petinju paling hebat pada masanya. Ketika itu Hearns sudah unggul angka, sementara Leonard tahu ia harus memukul jatuh lawannya agar menang.

Di ronde 14, Leonard melancarkan sederet pukulan ke tubuh dan kepala Hearns, yang tak mampu membalas, dan memaksa wasit untuk menghentikan pertarungan. Leonard keluar sebagai pemenang.

Delapan tahun kemudian, keduanya kembali bertarung, dan laga berakhir imbang. Leonard belakangan mengakui bahwa Hearns seharusnya keluar sebagai pemenang di laga kedua itu.

"Setiap pukulan dia layangkan kepada saya, di badan maupun kepala, terasa seperti batu. Ia merontokkan gigi saya... karena dia kerasukan. Ia adalah setan," kata Leonard soal Hearns.

Marvin Hagler vs Thomas Hearns (Las Vegas, 1985)

Ini adalah laga singkat tetapi mengesankan antara dua petinju kelas menengah. Pertarungan mereka hanya berlangsung selama tiga ronde, tetapi adalah delapan menit yang berlangsung brutal dan sengit di dua ronde pertama yang membuat duel itu dikenang.

Dari ronde pertama, nyaris tak ada waktu bagi kedua petinju untuk menarik nafas. Hagler melancarkan pukulan demi pukulan, mengikuti kemana saja Hearns melangkah. Hingga di ronde ketiga, Hearns tak lagi bisa meladeni lawannya dan jatuh mencium kanvas akibat pukulan keras tangan kanan Hagler.

"Bahkan hari ini, ketika saya melihat lagi rekaman (tinju melawan Hearns), saya senang bahwa pertarungan itu cepat berakhir," kata Hagler beberapa tahun kemudian.

Buster Douglas vs Mike Tyson (Tokyo, 1990)

Laga ini sering disebut sebagai salah satu duel paling mengecewakan dalam sejarah. Douglas sama sekali tak diunggulkan melawan Tyson, yang belakangan menjadi juara dunia.

Douglas bahkan sempat jatuh pada akhir ronde delapan, setelah terkena uppercut Tyson. Tetapi petinju muda itu bisa bangkit kembali untuk menyongsong kemenangannya.

Dua ronde berikutnya ia melancarkan rentetan pukulan dan sebuah uppercut kanan mendarat telak dagu Tyson, sebelum dua pukulan lagi membuat Tyson jatuh dan tak kuasa lagi untuk bangun. (Reuters)

"Saya tak tahu bagaimana bisa mengira akan menang. Saya tak cukup berlatih. Saya sendiri yang membuat saya kalah," kata Tyson di kemudian hari. (Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI