Suara.com - Pengacara terpidana mati Raheem Agbaje Salami, Utomo Karim, menilai proses eksekusi mati terhadap delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, merupakan wujud tindakan inkonsistensi Jaksa Agung Prasetyo.
"Faktanya yang dieksekusi hanya delapan terpidana mati. Bukan kita minta semuanya dieksekusi, tapi apa yang Jaksa Agung omongkan tidak tepat. Jaksa Agung bolak balik bilang akan mengeksekusi 10 terpidana mati secara serentak, dan akan menunggu proses hukum semua," ujar Utomo saat dihubungi suara.com, Kamis (30/4/2015).
Menurut Utomo, Prasetyo juga tidak mengindahkan surat dari Balai Pemasyarakatan Kelas II Madiun yang meminta vonis mati terhadap Raheem diubah.
Surat tersebut, kata dia, sudah dikirim kepada Kejaksaan Agung dan instansi terkait lainnya, namun tidak ada tanggapan hingga proses eksekusi mati dilakukan, Rabu (29/4/2015) dini hari.
Terkait dengan permintaan terakhir Raheem, Utomo mengatakan semuanya telah dipenuhi, kecuali donor organ.
Permintaan yang sudah dipenuhi, antara lain dimakamkan di TPU Serayu, Madiun, melakukan komunikasi dengan keluarga di Nigeria, pendampingan rohani dari Romo Yuvensius Fusi Nusantoro serta ditemani pacara: Angela Intan, hingga proses eksekusi dilakukan.
"Seluruh permintaan terakhir Raheem sudah dipenuhi. Kepada saya, Raheem juga menyampaikan kalau sudah ikhlas menjalani proses eksekusi dan berharap narkoba di Indonesia bisa diberantas," kata Utomo.
Selama berada di LP Madiun, Raheem mengajarkan bahasa Inggris kepada tahanan lainnya. Ia juga dikenal ramah serta taat menjalankan ajaran Katolik, agama yang dianutnya. (Yovie Wicaksono)