Suara.com - Untuk menanggapi permintaan otoritas Filipina mendatangkan terpidana mati narkotika di Indonesia, Mary Jane, ke Filipina, agar bisa memberikan keterangan langsung dalam kasus perdagangan manusia, Kejaksaan Agung akan mengirimkan surat. Inti surat itu, Mary Jane tidak akan diizinkan dibawa ke Filipina. Terpidana ini akan tetap berada di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogyakarta.
"Hari ini, kami akan merespon surat Kementerian Kehakiman (Fiipina) dan menawarkan solusi-solusi dan alternatif yang bisa ditempuh untuk memenuhi permintaan mereka (mendatangkan Mary Jane)," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Tony Spontana kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (30/4/2015).
Tony menilai ada implikasi karena adanya perbedaan sistem hukum pidana antara UU Filipina dan KUHAP. Menurut KUHAP Pasal 162 ayat 2 dimungkinkan apabila ada alasan-alasan mendesak, seorang saksi tidak memberikan keterangan secara langsung, melainkan bisa tertulis di bawah sumpah dan keterangan itu dibacakan di depan persidangan dan nilainya sama dengan keterangan saksi langsung di persidangan.
"Kita punya peluang antara negara ASEAN bisa memberikan bantuan hukum timbal balik. Di sini diatur juga jika permintaan Filipina apabila tidak dapat dipenuhi, bisa kita tawarkan melalui video conference, mudah-mudahan ini menjadi solusi untuk persidangan pada 8 dan 14 Mei," kata Tony.
Seperti diketahui, eksekusi terhadap Mary Jane yang rencananya dilaksanakan pada Rabu (29/4/2015) dini hari ditunda karena Kejaksaan Agung menerima surat dari Menteri Kehakiman Filipina, di samping ada permohonan dari Presiden Filipina. Disebutkan bahwa orang yang merekrut Mary Jane menjadi kurir narkotika bernama Maria Kristina Sergio telah menyerahkan diri kepada polisi Filipina dan karena itu, keterangan Mary Jane masih diperlukan untuk pengusutan.
"Kita gak akan izinkan Mary Jane dibawa ke sana (Filipina)," kata Tony.