Ketua Komisi I DPR Kritik "Drama" Pemerintah Soal Eksekusi Mati

Siswanto Suara.Com
Rabu, 29 April 2015 | 17:01 WIB
Ketua Komisi I DPR Kritik "Drama" Pemerintah Soal Eksekusi Mati
Ketua Komisi I DPR terpilih Mahfudz Siddiq (kanan), Wakil Ketua Tantowi Yahya (kedua kanan), Asril Hamzah Tanjung (kedua kiri) dan Hanafi Rais (kiri). [Antara/Ismar Patrizki]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan perlakuan berbeda atas para terpidana mati akan memancing reaksi dan memicu tekanan yang makin besar dari negara lain.

Pemerintah, kata Siddiq, telah membuka celah tekanan yang akan makin besar terutama dari negara-negara yang warganya dieksekusi mati.

Nama terpidana mati Serge Atlaoui (Prancis) dan Mary Jane Veloso (Filipina), tidak ada dalam daftar pesakitan hukum yang dieksekusi mati di Nusakambangan, Jawa Tengah, dini hari tadi. Kejaksaan Agung menyatakan eksekusi mati mereka ditunda.

Sebelumnya, Presiden Prancis Francois Holland telah menyatakan "akan ada konsekuensi" jika eksekusi mati itu jadi dilaksanakan kepada Atlaoui. Sedangkan Mary Jane, ada upaya perlawanan hukum berupa peninjauan kembali kasusnya terkait ada bukti baru bahwa dia korban perdagangan manusia.

Dari Jakarta, Rabu (29/4/2015), Presiden Joko Widodo menyatakan eksekusi mati itu bukan dibatalkan, melainkan hanya ditunda.

"Reaksi sejumlah negara adalah ujian konsistensi bagi pemerintah. Tapi penundaan eksekusi Mary Jane, terlepas apapun alasannya, telah buat pemerintah buka celah tekanan makin besar," ujar Siddiq.

Siddiq mengkritik langkah pemerintah yang banyak melakukan "drama" terkait eksekusi mati tersebut. Kalau mau membuat drama, kata dia, maka pemerintah harus siap dengan reaksi para penonton.

Sejak beberapa bulan lalu, serangkaian persiapan eksekusi menjadi santapan media massa hampir setiap hari.

Di antaranya, pemandangan dan deskripsi kehadiran pasukan polisi bersenjata lengkap laiknya bersiap untuk pertempuran pula kawalan pesawat tempur TNI AU saat memindahkan terpidana mati ke LP Nusakambangan.

Walau pengerahan kekuatan penegak hukum dan juga militer itu diketengahkan secara gamblang kepada publik, namun akhirnya tidak semua terpidana mati itu dapat dieksekusi sesuai waktu yang ditetapkan.

"Satu kritik saya adalah jangan lakukan penegakan hukum dengan pendekatan drama. Riuh tapi kita sendiri gak siap hadapi reaksi penonton. Pemerintah konsisten saja membenahi hukum dan mekanisme penegakan hukum," katanya.

Dia berharap pemerintah dapat melakukan komunikasi yang baik terutama terhadap negara-negara yang warga negaranya dihukum mati.

"Komunikasi harus dijaga. Ini soal manajemen resiko yang harus dikelola baik," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III Desmon J Mahesa menilai langkah pemerintah yang memutuskan menunda eksekusi terhadap terpidana mati Mary Jane tepat.

Pemerintah, kata dia, memang harus berhati-hati jika memang ada indikasi kuat Mary Jane tidak bersalah. Sebab, pemerintah tidak akan bisa mengganti nyawa seorang terpidana yang terbukti tidak bersalah.

"Jangan sampai mengeksekusi mati orang yang ternyata tidak bersalah," kata Desmon.

Mary Jane dijadwalkan akan dieksekusi bersama delapan terpidana lainnya pada Rabu dini hari di Nusakambangan. Namun, menjelang pelaksanaan, eksekusi terhadap Mary Jane ditunda.

"Kalau ini ditunda karena tekanan aktivis, aneh. Tapi kalau betul (karena) perdagangan manusia dan ada buktinya, ini sudah tepat," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI