Suara.com - Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai Komisi Pemilihan Umum tak perlu menunggu putusan Pengadilan Tata Usaha Negara terkait gugatan PPP kubu Djan Faridz dan Golkar kubu Aburizal Bakrie karena putusan pengadilan tidak akan menentukan sah tidaknya kepengurusan partai.
"Putusan PTUN itu tidak menentukan mana kepengurusan yang sah, mana kepengurusan yang tidak sah. PTUN itu mencari keabsahan atau ketidakabsahan SK Menkumham, bukan parpol. Namanya PTUN tidak menentukan mana pengurusan parpol yang sah, karena itu ngapain kita menunggu PTUN," kata Refly di gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Selatan, Selasa (28/4/2015).
Hal tersebut disampaikan Refly karena ada rekomendasi Komisi II DPR bahwa sebelum KPU membuat keputusan terhadap konflik partai, harus menunggu hasil putusan incraht.
Selain itu, Refly juga melihat dengan adanya putusan sela pengadilan atas gugatan pengurus partai, bukan berarti harus kembali pada kepengurusan yang lama. Dalam contoh kasus Golkar, katanya, bukan kembali ke Musyawarah Riau, karena kepengurusan Riau telah digugurkan oleh musyawarah nasional yang dilakukan dua kubu, Agung Laksono dan Aburizal.
"Proses munas ataupun muktamar adalah proses sah. Munas yang lama dalam hal Golkar jika kembali ke Munas itu Riau itu salah. Benar memang ada SK Menkumham yang meminta kembali, tetapi SK itu gugur setelah adanya SK pengesahan," katanya.
Karena itu, saran yang baik bagi KPU, lanjut dia, melihat proses administrasi terakhir yang dilakukan oleh Menkumham atau meminta kepada Golkar atau PPP untuk tidak ikut pemilukada secara serentak pada Desember 2015.
"Seharusnya KPU bisa melihat ke Kemenkumham mana proses administrasi yang terakhir dilakukan. Ini ada di undang-udang dan ada presedennya. Lihat saja apa yang terjadi pada PKB tahun 2009, dimana ada Yenny Wahid dan Muhaimin Iskandar yang sama-sama mengaku kepengurusan yang sah. Tapi dua-duanya kan tidak diakui KPU, KPU tidak menunggu proses hukum yang berjalan," katanya.
"KPU menggunakan apa yang tercatat di Kemenkumham yaitu dengan ketuanya Muhaimin dan sekjennya Yenny. Tapi setelah dalam proses itu, Muhaimin menang kan dalam pengadilan, dia pun langsung daftar ke Kemenkumham. Sejak saat itu kepengurusan Muhaimin diakui," Refly menambahkan.