Suara.com - Sh resah prostitusi merebak di kawasan Kalibata City. Dia tinggal di sana sejak 2011. Sekarang tempat tinggalnya menjadi sorotan karena ada kegiatan 'esek-esek' di sana.
Dia mengatakan 'esek-esek' di sana sudah lama. Bahkan ada 'kode-kode' yang berseliweran. Kode itu menandakan adanya jasa prostitusi.
Misalnya, ada modus yang menyebarkan selebaran ke pintu-pintu apartemen dengan tulisan pijat. Dia curiga, lantaran dalam selebaran itu tertulis kata-kata mengarah ke pijat plus-plus. Seperti 'Pijat Sensual', 'Pijat Keperkasaan', 'Full Body', 'Khusus Laki-laki'.
Selebaran itu beralamat di kawasan Kalibata City. Si pemijat bisa dipesan untuk melayani di luar apartemen. Selebaran itu, dua tahun lalu marak. Namun, kini sudah jarang muncul.
"Selebaran itu ada tiap minggu, dengan nama-nama yang berbeda," kata Sh berbincang dengan suara.com, Senin (27/4/2015).
Selain itu, dia menambahkan, ada tanda khusus untuk di depan pintu unit apartemen untuk tempat melakukan eksekusi pijat atau tindakan prostitusi lainnya. Tanda ini berbentuk pita warna merah dan berguna sebagai petunjuk untuk para tamu datang supaya tidak nyasar.
"Tanda seperti ini ada di beberapa tower yang kita temukan," ujar dia.
Malah, ada yang bekerjasama dengan pihak keamanan di Kalibata City. Sehingga mempermudah pertemuan tamu dan si perempuan penghibur.
Sh pernah punya tetangga yang hampir setiap pekannya menerima tamu. Tamu itu berperawakan bule. Sang bule bebas masuk ke kamar itu tanpa ada larangan atau wajib lapor 1x24 jam seperti yang digiatkan pemerintah provinsi DKI Jakarta.
"Kalau yang ini, kayanya sedikit high class. Soalnya dia sama bule. Orangnya masih ada dan bulenya ganti-ganti terus," ujar dia yang kini sudah tidak bertetangga karena pindah tower.
Sh juga punya cerita tentang si perempuan-perempuan penghibur ini menerima tamu. Biasanya tamu datang pada siang dan sore hari. Siang hari, biasanya dia sebut dengan 'boci' (bobo ciang) dengan si perempuan penghibur.
"Siang-siang juga banyak bapak-bapak yang boci, bobo ciang, nah kalau ini biasanya cuma 1-2 jam," kata dia.
Ada juga yang biasanya waktu bubaran kantor hingga malam hari. Yang seperti ini, biasanya menginap di unit si perempuan. Pola seperti ini, biasanya, sang perempuan yang menyewa unit apartemen secara harian dan bulanan untuk melayani para tamu.
Dia mengatakan, proses sewa harian atau bulanan memang mudah. Tinggal si pemilik unit membuka harga. Ketika ada yang cocok, tinggal diberikan kunci unitnya.
"Kalau begitu, sewanya ke pemilik unit, pegang kunci, selesai. Jadi mau ngapa-ngapain nggak ketauan. Ini lebih menguntungkan buat pemilik unit daripada sewa tahunan," kata dia.
Lalu, bagaimana Shasa bisa curiga dan membedakan warga biasa dengan perempuan penghibur yang tinggal bulanan atau harian di kawasan Kalibata City?
"Biasanya, mereka pakaiannya mini, rok mini dan tank top. Dan umurnya masih muda, paling masih SMA. Biasanya mereka nunggu di parkiran atau di Mall Kalibata. Dan biasanya mereka itu resah, dan sering menerima atau menghubungi orang lain lewat telepon," kata dia.
Warga Kalibata City, sambung Sh, akhirnya harus tutup mata dengan adanya prostitusi online di kawasan itu. Sebab, laporan mereka selalu mentah, baik ke pengelola Kalibata City atau ke Kelurahan terdekat, Rawajati. Setiap laporan mereka hanya didengar tanpa ada tindak lanjut.
"Pengelola itu kayanya mereka tutup telinga, yang penting kan pengelola dapat uang. Karena walaupun ada laporan nggak ada tanggapan dari pengelola. Percuma kita lapor ke pengelola," katanya.
Dia berharap pemerintah bisa masuk ke apartemen ini. Supaya ada kepengurusan dan perketatan aturan. Sehingga, bisa misa meminimalisir tindakan-tindakan seperti ini, baik prostitusi, narkotika.
"Harapannya supaya pemerintah masuk ke sini, bantu warga, saya sudah nggak berharap ke pengelola lagi, minimal pemerintah bentuk kepengurusan RT/RW lah. Kita takut ada anak-anak di sini, lihat begitu," kata dia.