Sh juga punya cerita tentang si perempuan-perempuan penghibur ini menerima tamu. Biasanya tamu datang pada siang dan sore hari. Siang hari, biasanya dia sebut dengan 'boci' (bobo ciang) dengan si perempuan penghibur.
"Siang-siang juga banyak bapak-bapak yang boci, bobo ciang, nah kalau ini biasanya cuma 1-2 jam," kata dia.
Ada juga yang biasanya waktu bubaran kantor hingga malam hari. Yang seperti ini, biasanya menginap di unit si perempuan. Pola seperti ini, biasanya, sang perempuan yang menyewa unit apartemen secara harian dan bulanan untuk melayani para tamu.
Dia mengatakan, proses sewa harian atau bulanan memang mudah. Tinggal si pemilik unit membuka harga. Ketika ada yang cocok, tinggal diberikan kunci unitnya.
"Kalau begitu, sewanya ke pemilik unit, pegang kunci, selesai. Jadi mau ngapa-ngapain nggak ketauan. Ini lebih menguntungkan buat pemilik unit daripada sewa tahunan," kata dia.
Lalu, bagaimana Shasa bisa curiga dan membedakan warga biasa dengan perempuan penghibur yang tinggal bulanan atau harian di kawasan Kalibata City?
"Biasanya, mereka pakaiannya mini, rok mini dan tank top. Dan umurnya masih muda, paling masih SMA. Biasanya mereka nunggu di parkiran atau di Mall Kalibata. Dan biasanya mereka itu resah, dan sering menerima atau menghubungi orang lain lewat telepon," kata dia.
Warga Kalibata City, sambung Sh, akhirnya harus tutup mata dengan adanya prostitusi online di kawasan itu. Sebab, laporan mereka selalu mentah, baik ke pengelola Kalibata City atau ke Kelurahan terdekat, Rawajati. Setiap laporan mereka hanya didengar tanpa ada tindak lanjut.
"Pengelola itu kayanya mereka tutup telinga, yang penting kan pengelola dapat uang. Karena walaupun ada laporan nggak ada tanggapan dari pengelola. Percuma kita lapor ke pengelola," katanya.
Dia berharap pemerintah bisa masuk ke apartemen ini. Supaya ada kepengurusan dan perketatan aturan. Sehingga, bisa misa meminimalisir tindakan-tindakan seperti ini, baik prostitusi, narkotika.