Duo Bali Nine Tolak Tandatangani Surat Perintah Eksekusi Mati

Ruben Setiawan Suara.Com
Senin, 27 April 2015 | 09:47 WIB
Duo Bali Nine Tolak Tandatangani Surat Perintah Eksekusi Mati
Dua terpidana mati pentolan 'Bali Nine' asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (kiri), saat di balik jeruji. [Antara/Nyoman Budhiana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dua terpidana mati kasus penyelundupan heroin 8,2 kilogram Myuran Sukumaran dan Andrew Chan menolak menandatangani surat perintah eksekusi mati atas diri mereka. Kepada jaksa eksekutor mereka mengatakan bahwa putusan mati atas diri mereka tidak adil, dan mereka berhak mendapat kesempatan kedua karena mereka sudah menjalani rehabilitasi.

Penolakan tersebut disampaikan Myuran dan Andrew pada hari Sabtu (25/4/2015) ketika jaksa eksekutor datang ke Nusakambangan untuk menyerahkan surat perintah eksekusi tersebut.

Lansiran News.com.au, di hari-hari terakhirnya, Myuran masih sempat menunjukkan kepeduliannya. Kepada salah seorang pengunjungnya, Myuran mengatakan bahwa dirinya sedih akan nasib Mary Jane Fiesta Veloso, perempuan Filipina yang akan dieksekusi pada Selasa (28/4/2015) malam.

Mary Jane, kepada Myuran mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah. Kepada si pengunjung, Myuran juga menyindir pemerintah Indonesia. Menurutnya, mengeksekusi mati orang seperti Mary Jane hanya atas nama perang terhadap kejahatan dan narkoba sama saja dengan membunuh orang kecil.

Myuran adalah terpidana mati pertama yang diberitahu eksekusi atas dirinya bakal segera dilaksanakan. Ketika diminta menandatangani surat perintah eksekusi, Myuran menolak.

Myuran mengatakan, dirinya sudah direhabilitasi dan bahwa ia sudah menghabiskan bertahun-tahun untuk berbuat baik di penjara. Dengan demikian, ia merasa bahwa eksekusi terhadap dirinya tidak adil dan ia telah meminta maaf kepada rakyat Indonesia.

"Cara Myuran mencerminkan kedalaman dan kekuatan karakternya. Ia kalem, tenang, dan lugas menghadapi apa yang baru saja dikatakan padanya," kata pengacara Myuran dan Andrew, Julian McMahon kepada News Corp.

"Ketika ia mendapat pemberitahuan 72 jam jelang eksekusi, ia tetap merasa bermartabat dan damai. Ia berbicara dengan santun dan jelas di dalam ruangan, menjelaskan alasan mengapa ia merasa bahwa eksekusi tersebut tidak adil," kata McMahon.

Setelah pengurusan dokumen Myuran selesai selama 90 menit, giliran Andrew yang dibawa ke dalam ruangan.

"Dia (Andrew) juga memutuskan untuk tidak menandatangani surat perintah eksekusi dan ia juga, bicara dengan singkat dan lugas ketika ditanyai alasan penolakannya," ujar McMahon.

Andrew mengatakan, ia menolak menandatangani surat tersebut karena dirinya sudah dipenjara selama 10 tahun dan ia sudah merehabilitasi dirinya sendiri, bahwa bangsa Indonesia sudah membantunya melakukan rehabilitasi. Atas dasar hal tersebut, Andrew meminta kesempatan kedua untuk membuktikan bahwa dirinya telah direhabilitasi.

"Saya telah membantu narapidana lain semampu saya dan saya masih melakukannya dan itu bukan saya yang bicara, Anda akan mendengar dari banyak orang, mereka yang telah saya bantu," kata Andrew kepada jaksa eksekutor.

Dengan tiadanya tanda tangan Myuran dan Andrew pada surat perintah eksekusi, maka jaksa eksekutor akan merumuskan dokumen kedua, yang mencantumkan alasan mengapa mereka tidak bersedia membubuhkan tanda tangan. (News.com.au)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI