Prostitusi Online Marak Karena Pemerintah Asyik Urusi Politik

Senin, 27 April 2015 | 08:39 WIB
Prostitusi Online Marak Karena Pemerintah Asyik Urusi Politik
Ilustrasi prostitusi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Prostitusi online sudah lama marak terjadi di tanah air, tak terkecuali di DKI Jakarta. Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia Dewi Haroen mengungkapkan, maraknya prostitusi lewat dunia maya tak lepas dari kurangnya perhatian pemerintah untuk menanganinya.

"Sebetulnya itu sudah sangat kasat mata selama ini, apalagi orang semua sudah tahu pertama media sosial begitu marak dengan Facebook. Twitter, Line jadi itu semua puncak gunung es yang keliatan ya sebetulnya sudah lama. Karena kita asik dengan masalah politik dan segala macam, ini sudah lama dibiarkan," ujarnya kepada Suara.com melalui sambungan telepon, Minggu (26/4/2015) malam.

Selain itu, Dewi juga menyayangkan sikap pemerintah dan Kepolisian yang cenderung baru bertindak setelah ada kejadian. Dewi berharap, adanya pencegahan terlebih dahulu dengan cara memperketat peraturan bagi penghuni apartemen maupun kos-kosan, dua tempat yang biasa dijadikan lokasi transaksi syahwat.

"Bahwa kemajuan teknologi ada media sosial dibuat prostitusi itu sudah lama gitu lho, sebetulnya termasuk kelengahan pemerintah. Ada masalah baru kita bereaksi," kata dia.

Terkait kasus yang terjadi di Apartemen Kalibata City, menurut Dewi, sebetulnya banyak pihak yang sudah mengetahui adanya praktek-praktek seperti itu.

"Sebetulnya mereka sudah tahu semua, siapa sih yang gak tahu kalau masuk Kalibata yang bisa seperti itu. Orang biasa malas di situ artinya banyak banget seperti itu, jadi berganti tempat, tapi lokalisasi bukan jawaban," jelas Dewi.

Agar ke depan tidak ada peristiwa serupa, Dewi mengharapkan pemerintah dapat menyarankan, bahkan menekan RT, RW, Lurah, Camat, Wali Kota dan para pemilik usaha seperti kos-kosan dan apartemen mampu menjaga dan mengawasi para penghuni serta wargannya.

"Masyarakat diberikan pengarahan, penghuninya dibersikan, didata. Yang punya (kos-kosan dan apartemen) siapa, penghuninya siapa? yang nyewa siapa ditindak tegas, sebetulnya yang penghuni yang asli yg beli apartemen jadi terganggu," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI