Suara.com - Kuasa hukum terpidana mati kasus narkoba asal Brasil, Rodrigo Gularte, akan mengajukan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Tangerang , besok, Senin (27/4/2015) sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka ingin membuktikan bahwa Rodrigo tak pantas dieksekusi karena memiliki gangguan jiwa sejak 1982.
Bagaimana Rodrigo memahami akan dieksekusi mati di Nusakambangan?
"Rodrigo sampai saat ini punya keyakinan dia akan dimaafkan oleh raja karena penyakitnya dia itu. Dia memiliki halusinasi akan ada malaikat, akan ada raja akan mengampuni dia," ujar salah satu pengacara Rodrigo, Alex Argo Widoyo, di kantor Kontras, Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).
Staf Divisi Pemantauan Sipil dan Politik lembaga Kontras mengatakan bahwa Rodrigo sempat marah lantaran mengetahui akan dieksekusi mati di Indonesia.
"Jadi selama ini Rodrigo kalau berkomunikasi, kalau ngobrol sama kipas angin, sama tembok dan sejenisnya. Tali terlepas dari itu dokumen dokter ini (yang menyatakan Rodrigo sakit jiwa) sudah menjadi ukuran bagaimana bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.
Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu merilis sepuluh nama terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua yang akan dilaksanakan serentak di Pulau Nusakambangan.
Kesepuluh terpidana kasus narkoba yang akan segera dieksekusi terdiri atas Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).
Akan tetapi, berdasarkan informasi salah seorang anggota tim penasihat hukum terpidana mati Rodrigo Gularte, Christina Windiarti, saat ditemui wartawan di Cilacap, kemarin malam, hanya ada sembilan terpidana mati yang menerima notifikasi pelaksanaan eksekusi.
"Hanya sembilan yang menerima notifikasi, Rodrigo yang terakhir terima," katanya.
Sementara dalam sejumlah pemberitaan, dikutip dari Antara, Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan bahwa terpidana mati Serge ditarik dari daftar eksekusi tahap kedua karena yang bersangkutan menggugat penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara.