Suara.com - Direktur Program Imparsial Al Araf menganggap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingkari janji politiknya terkait pelaksanaan eksekusi terpidana mati.
Menurutnya, Jokowi telah membohongi rakyat yang dalam Nawacitanya berkomitmen melakukan penghormatan HAM.
"Rencana Eksekusi mati ini merupakan bentuk pengingkaran presiden atas janji politiknya. Presiden itu tukang bohong," kata Al-Araf kepada wartawan di kantor Human Right Working Group, Jiwasraya, Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015)
Dia menilai penerapan eksekusi mati para narapidana kasus narkoba itu membuktikan jika Jokowi telah mencederai hak asasi manusia untuk hidup.
"Dalam realitas ini, kami kecewa terhada presiden yang ingin membabi buta mengeksekusi terpidana mati," katanya.
Seharusnya eksekusi mati tersebut tidak diterapkan lantaran dia menilai sistem peradilan pidana di Indonesia masih bobrok.
"Mengingat dalam beberapa kasus digunakan unfair trial, mulai dari tidak didampingi kuasa hukum," kata Al-Araf.
Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu merilis sepuluh nama terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua yang akan dilaksanakan serentak di Pulau Nusakambangan.
Kesepuluh terpidana kasus narkoba yang akan segera dieksekusi terdiri atas Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).