Suara.com - Direktur Eksekutif Indonesian Legal Resourch Center Uli Parulian Sihombing menilai rencana eksekusi mati gelombang kedua terhadap 10 terpidana kasus narkotika di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/4/2015), sebagai alat politik Presiden Joko Widodo untuk mencari dukungan dari masyarakat.
"Iya untuk kepentingan politis, dia untuk menaikkan dukungan dari masyarakat. Jadi yang dikorbankan adalah para terpidana hukuman mati itu," kata Uli kepada wartawan di gedung Jiwasraya, Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).
Menurut Uli pemerintahan Presiden Jokowi tidak jauh berbeda dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Uli menilai yang membedakan antara pemerintahan Jokowi dan pemerintahan sebelumnya ialah Jokowi terlihat lebih tegas dalam permasalahan kasus narkotika.
Pada intinya, kata Uli, Jokowi-JK hanya mencari popularitas terkait isu hukuman mati para terpidana kasus narkoba tersebut.
"Sama aja. Kan dia ingin membedakan dikit dengan pemerintahan SBY biar dia kelihatan tegas. Tapi sebetulnya akhirnya sama karena dia mengorbankan terpidana hukuman mati untuk kepentingan politik dia. Jokowi-JK ya bukan hanya Jokowi," katanya.
Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu merilis sepuluh nama terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua yang akan dilaksanakan serentak di Pulau Nusakambangan.
Kesepuluh terpidana kasus narkoba yang akan segera dieksekusi terdiri atas Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).
Akan tetapi, berdasarkan informasi salah seorang anggota tim penasihat hukum terpidana mati Rodrigo Gularte, Christina Windiarti, saat ditemui wartawan di Cilacap, kemarin malam, hanya ada sembilan terpidana mati yang menerima notifikasi pelaksanaan eksekusi.
"Hanya sembilan yang menerima notifikasi, Rodrigo yang terakhir terima," katanya.
Pengacara terpidana mati Raheem Agbaje Salami, Ismail Karim, juga mengatakan bahwa hanya sembilan terpidana yang mendapatkan surat pemberitahuan eksekusi.
"Yang dari Prancis itu belum diberitahu, mungkin upaya hukum belum selesai," kata Utomo Karim di Cilacap, Jawa Tengah, saat dihubungi Suara.com, Minggu (26/4/2015). Utomo mengatakan berdasarkan surat pemberitahuan yang diterima kliennya, eksekusi akan dilaksanakan pada Rabu (29/4/2015) pagi.
Sementara dalam sejumlah pemberitaan, dikutip dari Antara, Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan bahwa terpidana mati Serge ditarik dari daftar eksekusi tahap kedua karena yang bersangkutan menggugat penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Menurut dia, eksekusi terhadap Serge akan dilakukan tersendiri setelah adanya putusan dari PTUN. Dengan demikian, eksekusi tahap kedua hanya dilakukan terhadap sembilan terpidana mati kasus narkoba.