Suara.com - Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) meminta kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) untuk membebaskan Mary Jane Fiesta Veloso (30), terpidana mati kasus narkoba, dari hukuman mati. JBMI juga mendesak Jokowi dan JK menyelamatkan 228 nyawa warga Indonesia yang terancam hukan mati di berbagai negara.
"(Kita berharap) Mary Jane buruh migran asal Filipina untuk segera dibebaskan dari hukuman mati serta menyelamatkan nyawa 228 yang tersebar di beberapa negara," ujar koordinator JBMI Sringatin ketika ditemui wartawan di arena Car Free Day, Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).
Sringatin mengatakan, Mary Jane, yang rencananya akan dieksekusi mati bersama sebelas terpidana mati kasus narkoba lainnya itu, sebenarnya dijebak. Ia menilai, Mary Jane hanyalah korban sindikat narkoba internasional.
"Kita percaya dia (Mary Jane) korban sindikat narkoba yang harus dihukum mati. Namun karena kekurangan dia berbahasa, nggak bisa Bahasa Indonesia jadi nggak bisa sidang. Untuk itu kami memberikan solidaritas (dukungan). Dia terjebak dari penipuan," kata Sringatin.
Selain itu, pihaknya juga tidak terima dengan pemerintah Indonesia yang menganggap Mery Jane anggota sindikat narkoba internasional ataupun kurir.
"Kami ingin menunjukan kepada masyarakat Indonesia bahwa Mary Jane salah satu buruh migran dianggap kurir. Sebenernya dia bukan kurir. Jika hukuman mati dilakukan sepertinya keputusan mati akan jadi keputusan yang mudah," ujar dia.
"Jika Bapak Jokowi bener ingin perangi narkoba. Kita ingin kalau pemerintah mau menghukum mati jangan kurir, melainkan harus gembong narkobanya," tambah Sringatin.
Mary Jane merupakan terpidana mati terakhir yang masuk Nusakambangan setelah dipindahkan dari Lapas Wirogunan, Yogyakarta, Jumat (24/4/2015) pagi. Mary Jane merupakan perempuan Filipina yang miskin, orang tua tunggal atas dua anak, dan sebelumnya pernah bekerja sebagai buruh migran di Dubai.
Dia menjadi korban KDRT ekonomi dari suaminya yang kemudian diceraikannya. Dia pernah menjadi korban percobaan pemerkosaan saat dirinya bekerja di Dubai sehingga mengalami trauma dan dirawat selama satu bulan di rumah sakit.
Pada April 2010, direkrut teman mantan suaminya yang bernama Maria Kristina P. Sergio untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia melalui jalur ilegal. Namun bukannya bekerja, dia diminta Kristina untuk pergi ke Indonesia menemui temannya dan tanpa sepengetahuan Mary ternyata tas beroda yang dibawanya ke Indonesia berisi heroin.
Komnas Perempuan telah dua kali mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo yaitu pada 9 dan 22 April. Mereka berharap Presiden membaca dan menaruh perhatian lebih pada kasus Mary.
Melalui surat tersebut, Ketua Komnas Perempuan Azriana meminta Presiden dan pihak-pihak terkait untuk mempertimbangkan dimensi perempuan yang rentan diperangkap menjadi korban perdagangan orang untuk tujuan perdagangan narkoba.
"Menghukum mati kurir narkoba tidak menghentikan kejahatan perdagangan narkoba. Bahkan sebaliknya, malah akan membuat rekrutmen kurir narkoba semakin merajalela karena otak sindikatnya tetap bebas berkeliaran dan dengan keji membiarkan para kurir yang direkrutnya dihukum mati di berbagai negara," katanya.
Azriana menjelaskan penyelamatan Mary Jane merupakan pintu masuk bagi Indonesia untuk menyelamatkan lebih dari 200 orang pekerja migran Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri lantaran kasus Mary Jane persis dengan nasib buruh migran Indonesia yang banyak dijebak dalam sindikat perdagangan narkoba internasional.