Suara.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat kebijakan yang berbeda dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2015, yakni hasil UN bukan lagi sebagai penentu standar kelulusan siswa tetapi hanya dijadikan sebagai salah satu tolok ukur peningkatan mutu pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyatakan kebijakan tersebut sebagai sebuah semangat kembali ke UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003.
"Tujuan perubahan UN adalah membentuk generasi pembelajar yang berintegritas. Sekolah dan guru mengemban tugas untuk mengarahkan potensi siswa secara lebih baik. Sekolah menentukan kelulusan berdasarkan keseluruhan mata pelajaran termasuk karakter. Sedangkan UN sebagai alat ukur pemetaan," ujarnya.
Kebijakan Kemdikbud tersebut disambut gembira siswa, guru, sekolah dan komunitas pendidikan lainnya karena selama bertahun-tahun desakan untuk menghapuskan pelaksanaan ujian nasional ini selalu menjadi polemik dan perdebatan yang tidak pernah menemukan jalan keluar.
Sejak pertama diselenggarakan tahun 2004, UN telah menimbulkan pro-kontra, dan setiap tahun menimbulkan masalah. Secara prinsipil, UN melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pasal 58 yang menetapkan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk mamantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Perdebatan hukum dari pro-kontra UN telah sampai pada pengadilan tertinggi yaitu adanya penolakan MA atas kasasi pemerintah (perkara Nomor 2569 K/PDT/2008) yang berarti bahwa penyelenggaraan UN bertentangan dengan perundang-undangan dan hak asasi manusia, khususnya hak anak.
Secara pedagogis, UN telah melanggar asas-asas pendidikan yang mulia karena telah menyempitkan makna belajar, berdampak buruk pada perkembangan psikologi anak, dan secara sosio-politik menanamkan nilai-nilai koruptif secara dini pada generasi muda.
Tahun 2012 Pengurus Besar PGRI secara internal melakukan survei tentang UN pada guru, kepala sekolah, dan pengawas yang hasilnya tergambar sebagai berikut: - Guru: 28,57 persen menganggap UN sebagai kebijakan yang tidak tepat, dan 42,86 persen sangat tidak tepat - Kepala sekolah: Kebijakan UN tidak tepat 26,15 persen, dan 49.23 persen menganggap kebijakan UN sangat tidak tepat - Pengawas: 27 persen menganggap kebijakan UN tidak tepat dan sangat tidak tepat 41,77 persen Penilaian itu disebabkan karena ternyata UN tidak berhasil meningkatkan semangat belajar, menimbulkan kecurangan, menimbulkan ketegangan murid, dan menanamkan mental koruptif pada anak.
Meski banyak keberatan dan dampak buruknya, dari sisi pemerintah tetap bertahan untuk melaksanakan UN setiap tahun dengan alasan bahwa UN telah menjadi ketentuan dalam Undang Undang Sisdiknas yang harus dijalankan.
Berbagai permasalahan terus mengiringi pelaksanaan ujian nasional, mulai dari kasus soal tertukar, distribusi soal terlambat hingga yang paling sering terjadi adalah beredarnya kunci jawaban hingga dugaan kuat kebocoran soal.
Di antara kasus yang timbul pada pelaksanaan ujian nasional, kasus kebocoran soal merupakan persoalan yang terus berulang dari tahun ke tahun.
Kebocoran ujian nasional SMA/SMK/MA yang masih terjadi tahun ini membuat kredibilitas hasil ujian nasional tetap diragukan. Kebocoran soal UN tingkat SLTA baru diketahui Mendikbud Anies Baswedan pada Senin (13/4) sore. Soal diunggah melalui di akun Google drive.
Dari penyelidikan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), bocoran soal tersebut persis dengan soal yang diujikan.
Sekjen FSGI Retno Listyarti mengungkapkan, temuan tersebut berdasar laporan seorang guru IPA di Jakarta ke posko FSGI. Retno menuturkan, dua hari sebelum UN berlangsung, guru itu menemukan tautan "Ayo Belajar UN 2015" di https:// drive.google.com/folderview? id= 0ByCf0ZC2K5Qzfl9FS2ISM 18zcU91N2ZUaGdTdHR2cDE4MUgx MWMTV3FoRIIpVFNo0TN5ZDg&us p=sharing.
"Begitu tautan itu dibuka, ada lima naskah soal dengan lima paket soal. Guru itu pun mengunduh 30 soal itu tanpa tahu bahwa itu adalah naskah soal asli. Tapi sekarang link itu sudah ditutup," ujarnya.
Pertimbangan PTN Kabar kebocoran tersebut langsung memunculkan desakan dari berbagai kalangan agar perguruan tinggi negeri tidak memakai hasil ujian nasional SMA/SMK/MA yang diindikasikan bocor tahun ini untuk seleksi masuk calon mahasiswa baru.
"Kepada para rektor se-Indonesia, kami mengimbau agar hasil UN 2015 tidak dijadikan pertimbangan seleksi penerimaan mahasiswa baru tahun 2015. Sebab hasil UN-nya meragukan," ujar Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan. Selain itu, FGII juga mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk mengevaluasi hingga memoratorium UN.
Pasalnya, selama 11 tahun pelaksanaan UN, setiap tahun selalu terjadi masalah kebocoran sehingga menguras pikiran dan tenaga dari siswa, guru, orang tua siswa, birokrat pendidikan, kepolisian, dan masyarakat.
Kebocoran Soal Ujian Nasional (UN) akan berpengaruh pada Integrasi UN ke Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Tingkat kepercayaan PTN terhadap nilai UN pun menurun drastis.
Menteri Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir mengaku resah dengan kebocoran naskah Soal UN terutama ketika dia mendengar naskah itu diunggah di Google Drive.
Ia menjelaskan, di sana sini pun terjadi kecurangan sehingga dia akan mempertimbangkan kembali hasil UN sebagai persyaratan lulus SNMPTN.
"Saya dengan UN ini galau betul. Ada kecurangan yang terjadi dan rasanya ini menjadi perhatian Saya bagaimana ini (UN) masuk (sebagai syarat) SNMPTN," katanya usai Raker Komisi X DPR dengan Kemenristek Dikti, beberapa waktu lalu.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro (Undip) ini menjelaskan, dia akan berbicara khusus dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan atas kasus-kasus kebocoran dan kecurangan tersebut.
Bagaimana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies baswedan menyikapi kebocoran soal UN dan desakan untuk menghentikan pelaksanaan ujian Nasional.
Anies Baswedan menyatakan kurang sepakat dengan usulan agar pemerintah segera menghentikan sementara pelaksanaan Ujian Nasional (UN).
"Kalau menurut saya, solusinya yang harus diperbaiki, karena apakah kita sudah sempurna dalam menjalankan ujian itu? Kemudian apakah kalau belum sempurna lantas kita hentikan? Saya kira jangan fatalistik," kata Anies Baswedan.
Anies yakin masih banyak tenaga pendidik di Tanah Air yang memegang kukuh kejujuran dalam pelaksanaan UN dan mencegah dengan sekuat tenaga kebocoran soal UN.
Karena itu, menurut dia, sebagai bentuk dukungan terhadap guru yang telah memegang amanah kejujuran dalam UN, pemerintah saat ini terus berupaya meningkatkan kualitas pelaksanaan UN.
"Jadi, alangkah lebih baik kita koreksi. Kami akan terus sempurnakan. Jika masih banyak ratusan ribu guru yang menjaga amanah, masa dikalahkan dengan satu atau dua orang yang pengkhianat. Justru kita akan beri sanksi yang menjadi pengkhianatnya," kata Anies.
Mendikbud mengakui kebocoran soal UN di beberapa daerah bisa dilihat dari hasilnya. Kebocoran tersebut dapat dengan mudah diketahui jika ada kelonjakan nilai di suatu daerah yang dulunya mendapat nilai rendah. Menteri Anies berjanji akan menyelidikinya jika menemukan hal serupa.
"Kita bisa melihat apakah soal-soal itu dipakai di beberapa daerah atau tidak dari jawabannya. Karena selama ini kita punya pola jawaban tiap-tiap sekolah dan tiap-tiap daerah," katanya.
Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Prof Hamid Hasan mengatakan kasus kebocoran yang terjadi pada pelaksanaan UN tahun 2015 disebabkan konsep UN baru yang tidak lagi menjadi penentu kelulusan tersebut tidak dirumuskan secara utuh.
"Perlu dipertegas bahwa hasil Ujian Nasional (UN) hendaknya menghasilkan pemetaan kualitas pelayanan pendidikan, mengembangkan kebijakan, dan mengerahkan upaya memperbaiki kualitas pendidikan yang sebelumnya tidak memenuhi standar".
Selain itu, ujar Prof Hamid Hasan kebocoran yang masih terjadi karena masih ada kekhawatiran di kalangan siswa, meski hasil UN tidak lagi menjadi faktor penentu kelulusan, namun seperti yang sempat diucapkan Mendikbud Anies Baswedan bahwa hasil UN akan menjadi pertimbangan untuk masuk ke PTN. "Itulah yang menjadi faktor pemicu terjadinya kebocoran". (Antara)
11 Tahun UN Digelar, Kebocoran Selalu Terjadi
Ardi Mandiri Suara.Com
Jum'at, 24 April 2015 | 05:55 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Survei FSGI: Mayoritas Guru Setuju UN Dihapus, Sistem Zonasi Dipertahankan
24 November 2024 | 11:02 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI