Nusakambangan, Sarang Gerakan ISIS?

Ardi Mandiri Suara.Com
Kamis, 23 April 2015 | 06:31 WIB
Nusakambangan, Sarang Gerakan ISIS?
Algojo ISIS berdiri di antara dua sandera asal Jepang (Reuters).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pulau Nusakambangan yang dikenal sebagai Alcatraz-nya Indonesia kembali menjadi pusat perhatian. Tidak hanya terkait rencana eksekusi sejumlah terpidana mati kasus narkoba tahap kedua, tetapi juga permasalahan lainnya. Salah satu permasalahan di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, yang belakangan ini mencuat adalah ancaman gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Bahkan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun curiga jika Nusakambangan telah disusupi gerakan ISIS karena saking banyaknya pembesuk yang mengunjungi terpidana kasus terorisme di sejumlah lembaga pemasyarakatan pulau "penjara" itu, khususnya pembesuk Abu Bakar Ba'asyir yang menghuni Lapas Pasir Putih.

Abu Bakar Ba'asyir pada tahun 2014 sempat dikabarkan telah membaiat sejumlah terpidana kasus terorisme untuk bergabung dengan ISIS.

"Kita akan koordinasikan dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris) juga, soalnya bahaya jika tiap hari ada sekitar 15 pembesuk, bisa kayak MLM (Multilevel Marketing) itu," kata Ganjar.

Ia mengatakan bahwa perlu koordinasi serius terkait penanganan permasalahan di Pulau Nusakambangan.

Ancaman gerakan ISIS yang ditujukan ke Nusakambangan pun sempat beredar dalam sebuah video berdurasi tiga menit lima detik yang diunggah di situs "Youtube" dengan judul "News Salim Mubarok Abu Jandal Daulah Islamiyyah".

Video tersebut berisi orasi seorang anggota ISIS asal Indonesia yang menggunakan sebo (penutup kepala) warna hitam dan berpakaian loreng serta berlatar belakang pantai.

Dalam orasinya, anggota ISIS itu mengancam akan membebaskan Abu Bakar Ba'asyir dan Aman Abdulrahman yang berada di Nusakambangan.

Tidak hanya itu, di ujung barat Pulau Nusakambangan yang dikenal dengan nama Selok Jero juga telah berdiri sebuah masjid dari aliran Salafi Wahabi.

Padahal, Pulau Nusakambangan merupakan kawasan khusus yang harus steril dari berbagai aktivitas selain pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan.

Keberadaan santri-santri masjid tersebut sempat mendapat tudingan sebagai bagian dari kelompok garis keras atau pendukung ISIS dan dikabarkan pula menggelar pelatihan mirip militer.

Akan tetapi, tudingan tersebut dibantah oleh Kepala Kepolisian Resor Cilacap Ajun Komisaris Besar Polisi Ulung Sampurna Jaya yang sempat mendatangi Selok Jero maupun menerima kunjungan balasan dari para tokoh Salafi.

"Salafi, dari hasil pengamatan saya langsung turun ke sana (Selok Jero di Pulau Nusakambangan bagian barat, red.), tidak ada masalah, mereka tidak melakukan seperti yang kita perkirakan. Mereka juga menentang tindakan yang dilakukan ISIS dan mereka juga akan mem-'back up' Polri," katanya.

Dia mengatakan bahwa kelompok Salafi berada di Selok Jero, ujung barat Pulau Nusakambangan, yang sebenarnya merupakan tanah timbul hasil sedimentasi Segara Anakan.

"Mereka justru sekarang ini tergantung kita. Kita kalau mau memakai mereka itu dengan baik, mereka menjadi benteng bagi kita karena setiap ada apa pun yang masuk lewat situ, mereka akan menginformasikan ke kita," katanya.

Menurut dia, tokoh-tokoh Salafi itu juga siap membentengi santri-santri mereka agar tidak terjerumus masuk ke dalam aliran ISIS.

Salah seorang perwakilan Yayasan Almasuroh yang menaungi Pondok Pesantren An Nur Ciamis, Jawa Barat, Ustaz Abu Najm Khotib mengatakan bahwa sebagai pembina kegiatan pengajian di Masjid Al Muwahidin, Selok Jero, Nusakambangan, pihaknya tidak sependapat atas tudingan atau isu yang berkembang di media massa maupun media sosial terkait keberadaan mereka.

Dalam hal ini, jamaah Masjid Al Muwahidin dituding sebagai bagian dari kelompok radikal yang mempunyai hubungan erat dengan para pembesuk salah seorang terpidana kasus terorisme di Nusakambangan.

"Tuduhan itu tidak benar," kata Ustaz Abu Najm Khotib.

Ia menduga tuduhan tersebut muncul dari penilaian secara fisik karena jamaah masjid berjenggot panjang dan bergamis dengan celana "cungklang" (celana panjang di atas mata kaki, red.) sehingga mirip kelompok teroris.

Menurut dia, jamaah di Selok Jero sebenarnya memegang teguh prinsip-prinsip Islam yang sesuai dengan Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW serta tidak boleh memusuhi dan melawan penguasa/pemerintah yang sah.

"Kalau memang ada kesalahan dari penguasa, setiap Muslim wajib memberi tahu dengan cara yang baik, bukan anarkis," katanya.

Camat Kampung Laut Ahmad Nurlaili mengatakan bahwa masjid di Selok Jero berada di wilayah yang diklaim masuk Desa Ujunggagak, Kecamatan Kampung Laut.

"Selok Jero sebenarnya merupakan tanah timbul yang sebagian masuk wilayah Nusakambangan, sebagian lagi Kampung Laut," katanya.

Menurut dia, Masjid Al Muwahidin di Selok Jero berdiri sekitar dua-tiga tahun lalu.

Kendati terkesan eksklusif, dia mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa memastikan apakah jamaah masjid itu termasuk kelompok garis keras atau bukan.

"Hanya ahlinya yang bisa membuktikan itu," katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa berdasarkan pemantauan, jamaah atau santri masjid itu berjumlah sekitar 20-40 orang yang berasal dari luar daerah dan berganti-ganti.

Selain itu, kata dia, kegiatan yang terlihat hanyalah pengajian dan hafalan Al Quran.

Ia mengaku sempat datang ke Selok Jero untuk mencari informasi terkait keberadaan jamaah masjid tersebut.

Tidak lama berselang, lanjut dia, perwakilan jamaah masjid mendatangi Kantor Kecamatan Kampung Laut untuk menjelaskan keberadaan mereka.

"Saya tanya dia, 'berarti NKRI bos?' Orang itu menjawab, 'iya Pak, saya manut pemerintah'," katanya.

Informasi yang dihimpun, pengamanan di Pulau Nusakambangan ditingkatkan dalam beberapa hari terakhir dengan melibatkan personel Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan TNI dari berbagai kesatuan.

Akan tetapi, tidak diketahui secara pasti apakah peningkatan pengamanan tersebut terkait persiapan eksekusi sejumlah terpidana mati yang direncanakan dilaksanakan setelah kegiatan Konferensi Asia Afrika ataukah sebagai antisipasi terhadap gerakan radikal atau ISIS.

Pelaksana Harian Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Jawa Tengah Iwan Pramono mengatakan bahwa pengamanan Nusakambangan dilakukan setiap hari karena banyak isu yang bersifat nasional.

"Kalau memang nanti ada eksekusi, itu wewenang dari Kejaksaan Agung. Yang penting teman-teman di sana (Nusakambangan, red.) setiap hari harus waspada terus, ada ataupun tidak ada isu itu," katanya.

Kendati demikian, dia mengakui bahwa pengamanan Nusakambangan saat ini melibatkan personel TNI/Polri atas dukungan dari Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Disinggung mengenai keberadaan kelompok Salafi Wahabi di wilayah Selok Jero yang berada di ujung barat Nusakambangan, dia mengatakan bahwa hal itu di luar kewenangan lembaga pemasyarakatan (lapas).

"Lapas itu hanya bertanggung jawab di dalam lingkungan, kalau itu (keberadaan kelompok Salafi Wahabi, red.) kita koordinasi dengan aparat Kodim, Korem, ataupun dari BIN (Badan Intelijen Negara). Kita hanya pengamanan, misalnya jika ada kunjungan ke terpidana kasus terorisme, harus kita periksa betul," katanya.

Kendati demikian, dia mengakui bahwa Nusakambangan harus steril dari berbagai kegiatan selain pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan.

Akan tetapi, kata dia, Pulau Nusakambangan saat ini hampir merapat dengan daratan Cilacap.

Padahal, lanjut dia, petugas lapas lebih fokus ke dalam lembaga pemasyarakatan.

"Memang ada kelemahan kita di situ. Untuk (pengamanan) di luar inilah, kita bekerja sama dengan Mabes Polri dan dibantu pengamanan dari pihak lain," jelasnya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI