Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak agar Jaksa Agung melanjutkan penyelidikan terhadap 7 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu ketimbang memilih jalan non yudsial, yakni rekonsiliasi.
Adapun 7 kasus yang dimaksud, yakni Kasus Talangsari-Lampung 1989; Penculikan dan Penghilangan Aktivis 1997/1998; Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998/1999; Wasior Wamena 2001/2003; Peristiwa 1965/1966, serta Penembakan Misterius 1982/1985.
Dari rilis yang diterima suara.com, Rabu (22/4/2015), KontraS menganggap usulan rekonsiliasi yang diusulkan Jaksa Agung HM Prasetyo usai bertemu dengan pimpinan sejumlah lembaga negara, Selasa kemarin (21/4/2015) sudah keliru.
“Konstruksi berpikir HM Prasetyo yang menyatakan bahwa pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc harus melalui rekomendasi DPR juga menyimpang dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-V/2007,” seru rilis KontraS.
KontraS juga menyatakan, seharusnya Jaksa Agung menyelesaikan penyidikan terlebih dahulu, sebagaimana telah direkomendasikan oleh Komnas HAM, bukan malah mendorong ke rekonsiliasi.
Kejaksaan Agung sendiri, sejak tahun 2002 sampai sekarang tak pernah melakukan penyelidikan dan hanya membolak-balikan berkas penyelidikan Komnas HAM.
KontraS juga mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Jaksa Agung melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu agar dibawa ke Pengadilan HAM Ad Hoc.
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Agung HM Prasetyo menawarkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat dengan langkah non yudisial, ketimbang langkah hukum yang lebih sulit karena kasus yang sudah berlangsung puluhan tahun lalu.
Jalan penyelesaian yang bisa diambil, kata Prasetyo, adalah rekonsiliasi antara keluarga korban dan pelaku.
"Yang saya katakan non Yudisial adalah rekonsiliasi, kita tawarkan ke pihak bersangkutan baik korban, ahli waris, tentu para pelaku kalau ditemukan dan tentunya sulit ditemukan, nanti akan ada langkah lanjutnya seperti apa," usul HM Prasetyo usai menggelar rapat tertutup bersama sejumlah lembaga membahas kasus pelanggaran HAM berat, di Kejagung, Selasa (21/4/2015).