Suara.com - Kematian Yoseph Sairlela, pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak akan menghambat penyelidikan kasus illegal fishing dan perbudakan anak buah kapal asing di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.
“Tidak, tidak akan mengganggu. Begini ya, KKP hanya menindak kasus illegal fishing yang dilakukan oleh PBR (Pusaka Benjina Resources) dan kita juga sudah berikan rekomendasi untuk penutupan SIUP PBR dan ini akan berjalan terus. Kalau untuk kasus Yoseph kita serahkan kepada kepolisian,” kata Susi saat ditemui di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat , Selasa (21/4/2015).
Susi prihatin dan berduka cita atas kematian Yoseph di Hotel Treva, Jakarta Pusat, Sabtu (18/4/2015) lalu. Pasalnya, Yoseph merupakan salah satu saksi kunci yang mengetahui banyak informasi tentang kasus perbudakan di Benjina.
“Ya sangat menyayangkan kenapa ini bisa terjadi. Beliau tentu tahu banyak tentang apa saja yang dilakukan oleh PBR tersebut karena dia bekerja di sana. Saya masih tunggu hasil visum saja, baru di sana nanti terlihat apa penyebab meninggalnya Yoseph,” kata dia.
Terkait dengan keberadaan Yoseph di Jakarta Pusat, Susi mengaku belum tahu tujuannya. Soalnya, kementerian belum punya rencana memanggilnya.
“Saya enggak tahu apa tujuan dia ke sini. Yoseph pun belum menerangkan data atau informasi terbaru tentang kasus Benjina. Pokoknya KKP hanya menangani kasus illegal fishing dan perbudakan diurus oleh kepolisian,” kata dia.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Anton Charliyan juga mengatakan kematian Yoseph tidak akan berpengaruh pada proses penyelidikan.
"Ini ada saksi kunci lain, delapan orang ini," kata Anton dalam konferensi pers di Mabes Polri.
Anton menjelaskan kedelapan saksi itu merupakan pencari ikan di Laut Aru. Mereka memiliki identitas warga Myanmar dan paspor dengan kewarganegaraan Thailand.
Kasus tewasnya Yoseph sekarang sedang dalam penanganan polisi. Polisi mendalami apakah Yoseph dibunuh atau ada faktor lain yang mengakibatkan dia meninggal dunia.