PBB: Perbudakan Seks Jadi Taktik Perang Kelompok Radikal
Boko Haram dan ISIS jadi sorotan.
Dalam laporan yang dirilis awal pekan ini PBB mengemukakan kerisauan yang mendalam akan kekerasan seksual yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata, terutama mereka yang memperjuangkan ideologi radikal di Suriah, Irak, Somalia, Nigeria, Mali, Libya, dan Yaman.
"Kumpulan-kumpulan krisis ini telah mengungkapkan tren yang mengejutkan akan penggunaan kekerasan seksual sebagai taktik teror oleh kelompok-kelompok radikal," kata Ban.
Ban juga mengatakan bahwa upaya-upaya untuk melemahkan atau menghancurkan ISIS, Boko Haram, al-Shabab, Ansar Dine, dan kelompok-kelompok pendukung Al Qaida "adalah bagian esensial dalam perang melawan konflik terkait kekerasan seksual."
Perbudakan Seks Ideologi Boko Haram
Laporan itu sendiri menyoroti 19 negara yang terbelit konflik atau sedang berusaha bangkit dari keterpurukan akibat perang, yang di dalamnnya sering ditemukan berbagai bentuk kekerasan seksual seperti pemerkosaan, perbudakan seks, pelacuran atau pemaksaan, dan penghamilan atas paksaan. Kekerasan seksual tak hanya menimpa perempuan tetapi juga anak-anak lelaki.
PBB membuat daftar 45 kelompok di Afrika Tengah, Pantai Gading, Kongo, Irak, Mali, Somalia, Sudan Selatan, Suriah, dan termasuk Boko Haram di Nigeria yang "jelas disangkakan melakukan atau bertanggung jawab atas pola-pola pemerkosaan" dalam konflik.
Salah satu episode yang paling kelam dalam laporan itu adalah penculikan 276 pelajar perempuan di desa Chibok, Nigeria oleh Boko Haram pada 14 April. Hingga kini sebagian besar bocah itu belum dipulangkan dan diduga dijadikan budak dan dijual.
"Pernikahan paksa, perbudakan, dan penjualan perempuan-perempuan yang diculik adalah modus operandi dan ideologi utama Boko Haram," tulis PBB dalam laporannya.
ISIS Memperkosaan untuk Menyebar Teror
Sejak pertengahan 2014 jumlah laporan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh kelompok teroris meningkat drastis, terutama yang dilakukan oleh ISIS "yang menggunakan kekerasan seksual untuk menyebarkan teror, membantai kelompok etnis, pemeluk agama minoritas, dan masyarakat yang menentang ideloginya."
Laporan itu membeberkan secara khusus penculikan ratusan gadis dan perempuan Yazidi oleh ISIS di Irak, yang sebagian besar di antaranya dijual di Suriah untuk dijadikan budak seks. Laporan itu mencatat tiga kasus aborsi paksa karena alasan perbedaan etnis yang dicatat oleh pemerintah Irak.
Di Darfur, Sudan, jumlah pengungsi terus meningkat selama setahun terakhir dan demikian juga kasus pemerkosaan. Di Sudan Selatan kasus kekerasan seksual juga meningkat, termasuk pemerkosaan beramai-ramai, penganiayaan, penelanjangan paksa, dan aborsi paksa.
Sementara di Afrika Tengah, laporan itu menyebutkan 2.527 kasus kekerasan seksual selama 2014. PBB menyebutkan bahwa dua pihak yang terlibat konflik sama-sama menggunakan kekerasan seksual untuk menekan dan mempermalukan lawan mereka.
Di Kolombia, Amerika Latin, perempuan yang berjuang bersama masyarakat sipil demi ganti rugi lahan yang diambil pemerintah, menjadi target kekerasan seksual oleh kelompok-kelompok bersenjata.
Kongo, meski mendapat catatan positif dari PBB karena pemerintahnya berani menghukum perwira militer yang melakukan kekerasan seksual dan memberi ganti rugi pada korban, tetap menjadi sorotan karena di 2014 jumlah kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata terus meningkat. (Al Arabiya)