Belum Ada Negarawan yang Pikirkan Bangsa 1.000 Tahun ke Depan

Ruben Setiawan Suara.Com
Rabu, 15 April 2015 | 04:15 WIB
Belum Ada Negarawan yang Pikirkan Bangsa 1.000 Tahun ke Depan
Pertemuan Joko Widodo dan Buya Syafii Maarif. (Suara.com/Bagus Santosa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Tokoh masyarakat Ahmad Syafii Maarif mengungkapkan Indonesia kekurangan negarawan yang memikirkan masa depan bangsa.

"Indonesia ini sangat kekurangan negarawan yang memikirkan bangsa 1.000 tahun ke depan, namun jumlah politisi sangat banyak," kata tokoh yang akrab disapa Buya Syafii Maarif dalam peluncuran buku Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan di Gedung Pakarti, Tanah Abang, Jakarta, Selasa malam.

Ia juga mengatakan bahwa ada perbedaan jelas antara negarawan dan politisi. Bila negarawan memikirkan bangsa, sementara politisi lebih pada masalah politik semata.

"Beda, negarawan memikirkan bangsa, sedangkan politisi hanya memikirkan Pilkada, Pilgub, Pilbup dan lain-lainnya," ujar mantan Ketua Umum PP Muhamadiyah periode 1998-2005.

Ia menegaskan, untuk membangkitkan Indonesia negeri ini membutuhkan negarawan.

"Untuk bangkit dari pingsan secara moral, kita butuh negarawan bukan politisi yang menjadikan politik sebagai mata pencaharian," katanya.

Jika kepentingan umum sudah ditaklukan oleh kepentingan pribadi, lanjutnya, tinggal tunggu waktu Indonesia akan hancur.

"Jika kepentingan bangsa takluk oleh kepentingan pribadi lalu dengan korupsi dan sebagainya, saya khawatir bangsa ini sedang menggali kuburnya sendiri," kata Syafii Maarif.

Ia juga mengkritisi kisruh dualisme kepemimpinan partai yang baru-baru ini terjadi di dua Parpol besar.

"Ini juga tipikal politisi, jika mereka tidak setuju dengan ketua partainya maka membentuk partai baru. itu tidak sehat, kita perlu kesabaran dalam berpolitik," ujarnya.

Kendati demikian, ketika ditanya apakah ada kemungkinan dirinya menjadi ketua partai, ia mengatakan tidak siap dengan gesekan yang terjadi dalam kehidupan partai.

"Umur saya sudah tua belum tentu saya berhasil di partai, lebih baik saya mengurus Muhammadiyah yang tidak terlalu ada gesekan karena jiwa saya tidak tahan dengan gesekan (pertentangan-red)," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI