Suara.com - Politisi PDI Perjuangan Henry Yosodiningrat mengatakan, harus dipisahkan antara hukum tata negara dengan partai politik terkait Pidato Ketua Umum Megawati Sukarnoputri yang menyindir pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
"Harus dipisahkan. Dalam hukum tata negara dia kepala negara, kepala pemerintahan. Tapi presiden diusung partai dan gabungan partai politik. Di situ dia sebagai petugas partai," kata Henry di DPR, Jakarta, Senin (13/4/2015).
"Ada yang bilang bahwa parpol itu membunuh demokrasi, parpol itu reseh. Ada lagi yang mengatakan bahwa Presiden bertanggungjawab pada rakyat. Secara konstisui iya. Tapi visi-misi presiden, berasal dari yang mengusung itu, yang mendaftarkan daftarkan visi misi itu parpol pengusung, jadi bukan Jokowi," tambahnya.
Henry menegaskan, tidak ada martabat dari Presiden Jokowi yang direndahkan dalam pidato Megawati itu. Menurutnya, pada prinsipnya Presiden Jokowi adalah kader, sama seperti dirinya yang merupakan kader PDI Perjuangan yang ditugaskan di DPR.
"Saya tidak melihat ada yang direndahkan martabatnya, nggak ada, prinsipnya begitu, dia kader partai, petugas partai seperti kami di DPR," ujarnya.
Disinggung pidato Megawati soal 'penumpang gelap', Henry menganggap hal itu adalah sebuah warning kepada Presiden Jokowi. Dia tidak mengatakan siapa penumpang gelap itu. Tapi menurutnya hal itu sebagai warning untuk Presiden Jokowi.
"Itu kan ada kalimatnya, hati-hati ada penumpang gelap. Yaitu orang yang tidak mau capek bikn partai, tiba-tiba nimbrung, berarti kan ada kecenderungan memisahkan presiden dari partai," katanya.