Suara.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) melakukan penelitian terhadap 42 putusan terpidana mati yang diputuskan oleh pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung. Dari puluhan terpidana mati yang terancam dieksekusi rata-rata berusia produktif.
"Diantaranya adalah berusia 21-30 tahun berjumlah 20 orang, kemudian usia 31-40 tahun sebanyak 17 orang," kata Direktur ICJR Supriyadi Eddyono dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Minggu (12/4/2015).
Selain itu, menurut Supriyadi, juga terdapat terpidana mati usia peralihan dari anak-anak ke remaja, yaitu antara 18-20 tahun ketika melakukan tindakan pidana.
"Ada terpidana mati masih usia anak-anak dan remaja. Dari tiga itu, dua orang berusia 19 tahun, satu di bawah 18 tahun," kata ungkapnya.
Dia menjelaskan, berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1835 K/Pid/2010 yang memutus perkara pidana Herri Darmawan alias Sidong bin Firdaus.
Herri dinyatakan bersalah karena terlibat kasus pembunuhan berencana. Namun, dalam putusan MA itu terdapat dissenting opinion, atau pendapat berbeda dari Hakim Agung Surya Jaya atas perkara karena terdakwa pada usia peralihan yaitu dari anak-anak ke remaja.
"Terdakwa masih berusia 19 tahun merupakan suatu masa peralihan atau transisi dari suasana psikologis anak memasuki fase remaja. Seseorang yang berada pada masa transisi ini berada pada kondisi emosional yang fluktuatif atau labil," terangnya.
Menurut dia, hakim mempertimbangkan usia pelaku dalam memutus perkara. Sebab hal merupakan hak asasi para terpidana.
"Hal itu perlu jadi pertimbangan dalam proses peradilan," katanya.