Suara.com - Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen G Siahaan mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah menutupi kekerasan yang terjadi di Enarotali, Kabupaten Paniai, pada 8 Desember 2014 yang menewaskan empat warga sipil.
"Kemarin (beberapa waktu lalu) memang tim dari Komnas HAM RI sudah datang. Saya mengatakan kepada mereka bahwa tidak ada yang ditutupi (kasus Paniai)," kata Fransen di Kota Jayapura, Papua, Kamis (9/4/2015).
Dalam pertemuan itu, pihaknya menjelaskan sejumlah hal terkait investigasi internal dari Kodam Cenderawasih.
"Hasil investigasi Kodam kita sampaikan kepada mereka, memang ada beberapa misinformasi yang mereka dapatkan dengan hasil investigasi yang kita dapatkan," katanya.
Namun, lanjut Fransen, perbedaan hasil investigasi itu perlu dibuktikan lagi keabsahannya di lapangan secara bersama-sama.
"Jadi, fakta di lapangan yang mereka dapatkan, kemudian fakta yang kita dapatkan, perlu diinvestigasi lagi. Baik dari pihak saya maupun dari Komnas HAM," katanya.
Menurut Fransen, ada tiga perbedaan atau misinformasi antara pihak Kodam dan Komnas HAM. Namun, ia tidak menjelaskan ketiga perbedaan itu.
"Menurut mereka seperti itu, menurut kita seperti ini. Nah, perlu pembuktian di lapangan lagi," katanya.
"Harapannya, supaya hal ini tidak di blow up, jangan istilahnya ada komentar-komentar bahwa ini akan menjadi pelanggaran HAM berat, jangan dulu dong," katanya.
Menurut Fransen, perlu dibuktikan tentang pihak yang menembakkan senjata karena bukan hanya TNI yang bersenjata, tapi juga polisi dan kelompok OPM.
"Jangan kita dituduh semua, kelompok-kelompok M (OPM dan pendukungnya) itu berseragam tidak? Jangan kita disudutkan, jangan yang hanya punya senjata itu TNI dan Polri, yang lain juga ada. Bolehkan buktikan itu. Nah, menurut kami, ada kelompok itu (OPM dan pendukungnya) di lapangan," katanya.
Bahwa nanti akan dibentuk Tim Ad Hoc atau KPP HAM untuk kasus Paniai, Fransen menyatakan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan itu.
"Tidak apa-apa, silakan. Kita terbuka, siap. Nama negara dipertaruhkan, harga diri dan bangsa dipertaruhkan, kalau mereka katakan ini HAM berat, dan kami siap membuka itu," katanya.
Untuk itu, tambah Fransen, apa yang diminta oleh Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende agar ada autopsi kepada korban yang telah dimakamkan untuk mencari bukti-bukti atau fakta pendukung lainnya perlu dilakukan guna pengungkapan kasus Paniai. (Antara)