Suara.com - Keberhasilan aksi penyusupan Mario Steven Ambarita (21) ke ruang roda pesawat Garuda Indonesia menunjukan lemahnya pengawasan keamanan dan keselamatan di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Riau. Selain menyesalkan terjadinya aksi tersebut, Komisi V DPR juga meminta Kementerian Perhubungan mengaudit kelayakan Bandara Sultan Syarif Kasim II.
“Setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di bandara udara dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan karena dapat membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan, kecuali memperoleh izin dari otoritas Bandar udara. Aksi penyusupan ini, membuktikan lemahnya pengawasan keamanan dan keselamatan oleh pihak otoritas bandara. Kami sangat menyesalkan hal ini bisa terjadi,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia, Kamis (9/4/2015).
Dalam Pasal UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, lanjut Yudi, otoritas bandara memiliki kewenangan untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan pelayanan penerbangan.
“Semua bandara yang akan beroperasi harus memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan. Jika sudah terpenuhi, maka akan diberikan sertifikat Bandar udara. Kalau kondisinya seperti ini, maka perlu diaudit ulang. Kejadian ini bisa mencoreng dunia penerbangan kita, bahkan bisa jadi membuat kategori penerbangan kita turun, bukan naik seperti yang dijanjikan menhub,” ujar Yudi.
Yudi juga mengingatkan Kemenhub untuk menegakkan aturan penerbangan dengan memberikan sanksi tegas kepada pelaku penyusupan dan petugas yang terbukti lalai sehingga Mario bisa menjalankan aksi yang dapat membahayakan keselamatan penumpang pesawat.
“Kita tidak mau kejadian seperti ini terulang lagi. Karena itu, aturan harus ditegakkan. UU Penerbangan sudah mengatur sanksi terhadap pelaku dan petugas yang terbukti lalai mengawasi, karena aksi ini sangat membahayakan penerbangan. Syukur tidak terjadi musibah apa-apa,” kata Yudi.
Diketahui, sesuai dengan Pasal 421, setiap orang yang berada di daerah tertentu di bandar udara, tanpa memperoleh izin dari otoritas bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak seratus juta rupiah. Dan setiap orang membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan atau denda paling banyak satu miliar rupiah.
Sementara, Pasal 422 mengatur sanksi bagi orang dengan sengaja mengoperasikan bandar udara tanpa memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.