Suara.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan menelusuri aliran dana suap PT Pusaka Benjina Resources (PBR) kepada petugas Kepolisian, Bea Cukai, dan KKP di Kepulauan Aru, Maluku. Adanya suap ini diakui oleh pihak perusahaan.
Satuan Tugas Anti Ilegal Fishing akan meminta laporan ke pada PPATK. Namun sampai saat ini penelusuran belum selesai.
"Itu akan dilakukan PPATK. Kita sudah sering kali kerjasama. Sekarang belum ada hasinya. Kita akan tracking aliran keuangan," kata Ketua Satuan Tugas Anti Ilegal Fishing Mas Ahcmad Santosa saat berbincang dengan suara.com, Rabu (8/4/2015) malam kemarin.
Sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan dilaporkan ada praktik suap di Pelabuhan Khusus perikanan Benjina. Suap itu dilakukan saban 1 bulan kepada aparat kepolisian, Bea Cukai, dan petugas KKP.
Tiap kapal ikan memberikan uang Rp250 ribu. Sementara kapal pengangkut (tramper) dipungut Rp 4 juta per kapal.
Ota, sapaan akrab Mas Achmad Santosa mengatakan masalah tata kelola perikanan menjadi hal serius yang disoroti. Sebab banyak terjadi pungli dan suap di sana sejak lama.
"Ini kan sudah jelas. Benjina misalnya, pemalsuan dokumen, kok bisa? Surat-suratnya aja nggak jelas, izin Indonesia atau Thailand. Kok
bisa? UPI nggak berfungsi, kok bisa?" tanya Ota.
Artinya bisa saja pihak aparatur pemerintah seperti bea cukai dan KKP bisa saja 'bermain' di sana? "Oh iya, bisa saja. Makanya harus dibbuat proses pengelolaan perizinan itu terbuka untuk publik. Silakkan saja main, semua orang bisa lihat. Bisa menggunakan online," papar Ota.