Suara.com - Psikolog forensik dari Universitas Pancasila Jakarta Reza Indragiri Amriel mengatakan polisi dan masyarakat sebaiknya tidak terburu-buru mengaitkan peristiwa ledakan di Tanah Abang dengan aksi terorisme.
"Di Indonesia, begitu ada istilah peledak pasti diasosiasikan dengam terorisme. Di Amerika Serikat tidak seperti itu. Mereka lebih memilih kata vandalisme daripada langsung terorisme," kata Reza Indragiri Amriel di Jakarta, Rabu (8/4/2015).
Menurut Reza, bila polisi terlalu dini menyebut kelompok yang menjadi korban ledakan di Tanah Abang sebagai bagian dari kelompok terorisme, akan menjadi hal yang kontraproduktif.
Alih-alih mendapat dukungan publik, isu terorisme justru tidak produktif bagi Polri karena bisa saja muncul tudingan sebagai upaya pengalihan isu dan lain-lain.
"Apalagi, saya juga tidak yakin kelompok-kelompok teroris saat ini masih menggunakan bom. Selain berpotensi salah sasaran, bom juga bisa melukai bahkan membunuh pelaku sendiri daripada membuat kerusakan masif sebagaimana diharapkan," tuturnya.
Reza mengatakan yang lebih jitu saat ini adalah penggunaan senjata laras pendek dan langsung menghadapi dan menembak sasaran.
"Sasaran pelaku teror saat ini lebih banyak kepada polisi. Penembakan terhadap polisi lebih besar pengaruhnya dalam menyebarkan teror," ujarnya.
Seperti diberitakan, terjadi ledakan di Jalan Jatibunder, RT 16/9, Kelurahan Kebon Kacang, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang mengakibatkan empat orang terluka. Para korban saat ini dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Kepolisian sendiri menyebut kalau ledakan itu bukan dari bom, melainkan sejenis mercon banting. Polisi telah menemukan 49 unit mercon yang dijadikan barang bukti. (Antara)