Suara.com - Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon meminta pemerintah Indonesia menyelidiki kasus perbudakan terhadap lebih dari 300 nelayan asal Myanmar, Kamboja, dan Thailand di salah satu perusahaan di Pulau Benjina, Maluku.
"Makanya ini perlu diinvestigasi, diselidiki dulu historinya secara mendalam, kok bisa di zaman sekarang hal itu terjadi," kata Fadli Zon di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/4/2015).
Fadli mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sangat menentang dan menolak praktek perbudakan dan perdagangan manusia.
"Jadi perbudakan dan human trafficking itu jangan sampai terjadi," katanya.
Ratusan nelayan asing tersebut telah diselamatkan Pemerintah Indonesia. Kini mereka sudah berada di Pelabuhan Tual untuk selanjutnya dikembalikan ke negara masing-masing.
Menurut informasi, seluruh nelayan itu dipaksa bekerja tanpa bayaran selama 10 tahun. Sebagian dari mereka dikurung di dalam sel. Jika tak bekerja, para nelayan akan disiksa, salah satu caranya dengan disetrum.
Dikutip dari Al Jazeera, banyak nelayan yang tewas di sana. Jasad nelayan kemudian dibuang ke laut untuk menghilangkan jejak.
"Mereka disiksa jika mengeluh. Dalam sehari mereka bekerja selama 22 jam, dan tidak dibayar. Sangat tidak manusiawi," kata Direktur Jenderal Departemen Perikanan dan Kelautan Indonesia, Asep Burhanuddin.
"Mereka, awalnya, dijanjikan kerja di restoran. Tapi malah disiksa," kata Asep.
Sementara itu, Kyan Yelin, seorang nelayan mengaku bahagia karena telah diselamatkan.
"Di sana sangat buruk. Mereka meminta kami menerima situasi ini. Saya cuma ingin pulang," katanya.