Semangat Nenek Asyani Buktikan Dirinya Bukan Pencuri

Ardi Mandiri Suara.Com
Jum'at, 03 April 2015 | 14:38 WIB
Semangat Nenek Asyani Buktikan Dirinya Bukan Pencuri
Ilustrasi penjara (Shutterstocks)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kekuatan fisik dan semangat Asyani (63), terdakwa kasus pencurian kayu jati milik Perhutani, sebetulnya tidak imbang.

Janda empat anak itu seringkali mengeluh sakit kepala, namun karena keinginannya begitu kuat untuk membuktikan bahwa dia bukan pencuri, mengalahkan kelemahan fisiknya.

Perempuan berperawakan kecil yang sehari-hari bekerja sebagai tukang pijat itu tidak ingin berlama-lama menghadapi sidang di pengadilan dan harus pergi pulang antara Desa Jatibanteng dengan Kota Situbondo, setiap Senin dan Kamis.

"Saya ingin cepat selesai dan minta dibebaskan. Saya bukan pencuri. Kalau saya mencuri, saya tidak akan berani menghadapi sidang ini," katanya saat ditemui di rumahnya di Dusun Krastal, Desa/Kecamatan Jatibanteng.

Perempuan itu kini menempati rumah sangat sederhana berukuran 4 x 6 meterpesergi yang merupakan pemberian pemerintah kepada korban banjir.

Selain bangunannya yang sederhana, berdinding tembok di bagian bawah dan atasnya asbes. Dengan atap yang juga asbes, Asyani lebih memilih tidur di lantai pada siang hari karena panas.

Pada Kamis (2/4/2015), terdakwa yang biasa dipanggil Buk Muaris (mengacu pada nama anak pertamanya) itu tidak bisa menghadiri sidang karena pusing setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Situbondo selama dua hari dua malam.

"Mba (mbah) sebetulnya ingin menghadiri sidang nak, biar cepat selesai, tapi mba masih pusing," katanya.

Ia bercerita setiap mengikuti sidang, jantungnya selalu berdegup kencang jika para pihak yang terlibat dalam sidang di Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur, itu berdebat.

"Di sini ini berdebar terus dan sakit, kalau mereka berdebat. Lama-lama kepala pusing dan semuanya menjadi gelap. Sudah, mba tidak ingat apa-apa lagi," katanya seraya tangan keriputnya memegang dadanya.

Asyani melanjutkan cerita bahwa dirinya betul-betul tidak mencuri kayu milik Perhutani. Untuk meyakinkan itu, dirinya mengaku sampai menyembah-nyembah di persidangan di PN Situbondo.

Dalam perbincangan itu, tiba-tiba air mata Asyani meleleh. Berulang kali lelehan itu diusap dengan tangan kirinya yang masih menyisakan luka bekas jarum infus yang ditutup plester kain berwarna cokelat.

"Saya malu sama orang, nak. Ada yang bilang saya ini pura-pura mati (maksudnya pingsan), karena ingin dikasihani dan mendapatkan uang, padahal tidak begitu," katanya.

Ia tidak mau menyebutkan siapa orang yang berprasangka jelek itu.

Asyani kemudian mengaku memahami sikap jaksa dan hakim dalam persidangan. Ia mengaku mereka adalah orang-orang baik dan sedang menjalani tugas dengan menyidangkan dirinya yang renta.

Mengenai selera makannya, Asyani menuturkan selama ini tidak banyak makan karena rasanya selalu pahit. "Inginnya makan agar sehat, tapi rasanya pahit," katanya sambil meringis karena kepalanya terasa sakit.

Sementara Supriyono, pengacara nenek Asyani sering mengungkapkan bahwa kliennya memaksakan diri hadir ke persidangan meskipun kondisinya kurang sehat.

"Ibu ini memaksa hadir meskipun kurang sehat karena dia ingin kasusnya ini segera selesai dan segera ada kepastian hukum," katanya.

Ia menjelaskan Asyani yang sedang menjalani puasa sunnah Senin dan Kamis itu tidak ingin dianggap tidak kooperatif dalam menghadapi kasus yang menyeretnya masuk ke dalam sel tahanan selama tiga bulan karena tuduhan pencurian kayu milik Perhutani itu.

Setelah mendapat jaminan dari Bupati Situbondo Dadang Wigiarto, Asyani akhirnya menerima status penangguhan penahanan sejak Senin (16/3/2015) lalu.

Supriyono sendiri mengaku berharap hakim akan membebaskan janda tersebut karena bukti-bukti yang dihadirkan jaksa, termasuk saksi-saksi justru tidak mendukung apa yang menjadi sangkaan.

"Dan saya yakin nenek Asyani akan bebas. Keterangan tiga saksi, dua di antaranya polisi hutan, pada sidang tadi, justru menguatkan bahwa klien kami tidak bersalah," katanya.

Ia menjelaskan apa yang disampaikan oleh saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum tidak berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kayu sebagai barang bukti.

Menurut Supriyono, bongkol (pangkal bawah) kayu yang ditunjukkan oleh saksi untuk mendukung klaim sebagai milik Perhutani justru tidak sama dengan bukti yang dimiliki oleh Asyani.

"Karena itulah kami yakin nenek Asyani tidak bersalah dan akan bebas," katanya.

Untuk mendukung keyakinannya itu, Supriyono dan tim LBH Nusantara Situbondo mendatangkan saksi ahli, yakni mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Achmad Sodiki dan ahli di bidang politik dan gerakan agraria Dr Noer Fauzi Rachman.

Namun sayang, dosen kehutanan UGM Yogyakarta Dr Nugroho Marsoem yang menguasai masalah teknis perkayuan tidak bisa dihadirkan. Padahal jika ahli itu bisa hadir, akan bisa mendukung apakah kayu di rumah Asyani sama dengan bongkol kayu jati milik Perhutani atau tidak.

Sementara untuk menghasilkan fakta yang lengkap, hakim bersama jaksa dan pengacara akan melakukan pemeriksaan lapangan terkait kasus pencurian kayu jati itu.

"Senin (6/4/2015) kita melakukan pemeriksaan lapangan," kata I Kadek Dedy Arcana, hakim ketua pada persidangan di PN Situbondo, Kamis (3/4/2015).

Pada Selasa (7/4/2015) akan dilakukan sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Asyani sebetulnya akan dimintai keterangan pada sidang, Kamis (3/4/2015) lalu, namun terdakwa sakit sehingga tidak bisa hadir ke persidangan.

Asyani sendiri berharap dengan datangnya para penegak hukum ke rumahnya dan lahan milik suami serta lahan milik Perhutani, akan diperoleh data dan fakta yang membuktikan bahwa dirinya betul-betul tidak salah.

Ia mengaku menyesal menyimpan kayu-kayu itu dan tidak menuruti perkataan tetangganya agar menjadikan kayu-kayu itu sebagai kayu bakar saja. (Antara)

REKOMENDASI

TERKINI