Tiga Kenakalan Rumah Sakit Peserta BPJS

Senin, 30 Maret 2015 | 13:18 WIB
Tiga Kenakalan Rumah Sakit Peserta BPJS
Ilustrasi peserta BPJS. [suara.com/Adrian Mahakam]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - LSM pengawas kinerja Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS), BPJS Wacth mencatat setidaknya ada 3 kenakalan rumah sakit peserta pelayanan BPJS Kesehatan. Kenakalan itu membahayakan pasien.

Koordinantor Advokasi BPJS Wacth Timboel Siregar mengatakan banyak rumah sakit yang merekayasa klaim ke pihak BPJS. Mereka melakukan double klaim.

"Banyak yang melakukan double claim. Jadi mengklaimnya 2 kali, dan itu dibayar lagi sama BPJS," kata Timboel saat berbincang dengan suara.com, Senin (30/3/2015).

Lebih bahaya, kata Timboel, banyak dokter yang merekayasa diagnosa pasien peserta BPJS. "Misal cuma demam sedang, jadinya demam tinggi," kata Timboel.

Rekayasa diagnosa itu, kata Timboel, agar pihak rumah sakit mengklaim dana BPJS-nya lebih besar. Kata Timboel, selama ini banyak rumah sakit yang mengeluhkan kecilnya anggaran kesehatan untuk peserta BPJS. Ini

Kenakalan lain, banyak rumah sakit yang memulangkan mendadak pasien BPJS yang belum sembuh. Namun si pasien nantinya diminta kembali lagi.

"Ini kan bagaimana moral rumah sakit ini. Modus itu banyak, karena rumah sakit bagaimana bisa mendapatkan klaim-klaim berikutnya. Jadi makin besar klaim yang diajukan oleh rumah sakit," jelas dia.

Timboel meminta pihak BPJS Kesehatan memantau kasus-kasus seperti itu. Selain merugikan BPJS, kasus tadi juga merugikan pasien.

"BPJS harus menertibkan penagihan, dan memperhatikan klaim-klaim yang diajukan oleh rumah sakit," jelas dia.

Sebelumnya BPJS Kesehatan menyatakan rugi sampai Rp1,6 Triliun tahun 2014 kemarin. BPJS Kesehatan juga meminta penaikan tarif iuran perbulan.

Sebab tarif lama sudah tidak menutupi biaya kesehatan peserta. Saat ini tarif BPJS Kesehatan untuk kelas III Rp 25.500, kelas II Rp 42.500, dan kelas I Rp 59.500. Namun penaikkan ini masih belum disetujui DPR.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI