Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan indikasi kerugian negara dari pengadaan "uninterruptible power supply" atau UPS di DKi Jakarta mencapai Rp186,4 miliar.
Peneliti ICW Febri Hendri mengungkapkan, selain UPS, dugaan kerugian negara itu juga ditemukan pada pengadaan mesin cetak dan pemindai Rp89,4 miliar, serta enam judul buku SMA Rp2,1 miliar.
Dengan demikian, lanjutnya, total indikasi kerugian negara mencapai Rp277,9 miliar.
"ICW menggunakan APBD Jakarta 2015 versi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai dasar karena ada mata anggaran berulang dari APBD 2014 di dalam APBD 2015 versi DPRD, setelah ditelusuri pengadaan mata anggaran tersebut ditemukan indikasi korupsi hingga mencapai Rp277,9 miliar," katanya di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kamis (26/3/2015).
ICW melaporkan, dugaan korupsi APBD DKI Jakarta tahun 2014 dalam empat mata anggaran yaitu UPS, mesin cetak dan pemindai serta buku kepada KPK.
Modus korupsi yang diungkapkan adalah kongkalikong antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan distributor dan peserta serta pemenang lelang.
"Bagi kami janggal kalau panitia lelang memakai HPS dari distributor penyokong peserta tender, bahasa kami adalah kongkalikong karena peserta lelang sudah tahu harganya berapa," ungkap Febri.
Berdasarkan penelusuran ICW, dari ratusan dokumen peserta lelang, harga penawaran tidak terlampau jauh, sedangkan di pasaran ternyata HPS tidak mahal.
"Kalau di surat penawaran harganya Rp1,8 miliar padahal paling HPS-nya adalah Rp800 juta dengan spesifikasi yang sama," tambah Febri.
Nilai HPS yang diduga telah di-mark up itu menguntungkan distributor dan pemenang lelang.