Suara.com - Pengacara tersangka korupsi Denny Indrayana, Nurkholis Hidayat, menerangkan ada kerugian negara dalam proyek penyelenggaraan pembayaran pengurusan paspor secara elektronik atau payment gateway di Kemenkumham pada 2014.
Nurkholis membantah tuduhan kerugian negara oleh polisi kepada mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu yang diperkuat dengan laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Status tersangka ini tidak berdasar, karena tidak ada kerugian negara dan itu berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan pada tanggal 31 Desember 2014," kata Nurkholis Hidayat di Gedung LBH, Jalan Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (26/3/2015).
Dia juga menyebutkan kalau proyek payment gateway juga tidak mengutip pungutan liar, karena penetapan biaya terhadap jasa sistem tersebut tidak memaksa dan bersifat opsional atau pilihan.
"Mengingat biaya Rp5 ribu atas persetujuan pemohon (tidak wajib), oleh karena itu maka tidak dapat dikatakan sebagai pungutan liar(pungli)," jelasnya.
Nurkholis menjelaskan, bahwa proyek payment gateway justru terobosan baru untuk memperbaiki pelayanan publik, khususnya pembuatan paspor di imigrasi.
"Sudah diterapkan oleh PT KAI yang sukses mengimplementasikan sistem pembelian tiket melalui payment gateway. Dengan demikian, antrian pun sudah berkurang, pembuatan paspor lebih cepat, dan pungutan liar dan percaloan dapat terhapus," tutupnya.
Seperti diberitakan, Bareskrim Polri telah menetapkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Payment Gateway dalam pelayanan pengurusan paspor di Imigrasi tahun anggaran 2014.
Guru Besar Hukum Tata Negara UGM Yogyakarta tersebut diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang.
"Prof D.I diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang," kata Kombes Pol Rikwanto, Kepala Bagian Penerangan Umum Humas Mabes Polri di kantornya, Rabu (25/3/2015).
Dia menjelaskan, dalam kasus ini Denny berperan dalam membuat sistem proyek pelayanan paspor terpadu Payment Gateway pada 2014-2015 dengan cara membuka rekening melalui vendor untuk menampung dana penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Dalam sistem pelayanan paspor terpadu 2014-2015 itu, PT Vinet dan PT Nusa Inti Arta selaku vendor telah mengabaikan resiko hukum untuk menampung uang yang seharusnya masuk ke bendahara negara," terangnya.
Sedangkan untuk kerugian negara dalam kasus tersebut, polisi masih menunggu hasil audit investigasi.