Suara.com - Jaksa Agung HM Prasetyo membantah mendapatkan perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan eksekusi terhadap dua terpidana mati asal Australia, Duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Dia menegaskan, proses eksekusi mati terhadap 10 terpidana, termasuk Myuran dan Adr tetap akan dilakukan setelah upaya Peninjauan Kembali (PK) yang ditempuh beberapa terpidana mati rampung.
"Saya tidak pernah mendapatkan instruksi seperti itu dari Presiden," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (25/3/2015).
Dia meyakini, Jokowi tidak akan meralat keputusan setelah menolak grasi dua terpidana mati gembong narkoba tersebut.
"Saya yakin Presiden tidak akan memperintahkan seperti itu (membatalkan eksekusi mati). Jadi kalau Presiden sudah menolak grasi, itu sudah selesai, tinggal dieksekusi," ujarnya.
Menurutnya, pembatalan eksekusi mati itu tidak mungkin, karena Jokowi telah menandatangani keputusan menolak grasi duo Bali Nine tersebut.
"Presiden tahu persis dimana posisinya. Kalau presiden mempertimbangkan seperti itu, berarti grasinya harus dirubah, ini kan grasinya sudah diteken," tandasnya.
Sejumlah pengamat berpendapat, ketidak jelasan jadwal eksekusi mati para terpidana itu karena ada ada tekanan dari Pemerintah Australia terhadap Pemerintah Indonesia.
Analisa itu diperkuat oleh pernyataan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto yang mengatakan Presiden menyadari ada ketegangan antara Indonesia dengan Australia terkait hukuman mati tersebut.
Oleh karena itu, Presiden menginstruksikan Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mempertimbangkan secara serius permintaan dari pihak Australia untuk pembatalan eksekusi itu.