Suara.com - Tragedi jatuhnya pesawat Germanwings menyisakan duka bagi siswa dan guru sebuah sekolah menengah atas di Kota Haltern am See, Jerman. Sedikitnya 16 rekan dan dua guru mereka berada di atas pesawat Airbus A320 rute Barcelona-Duesseldorf yang jatuh di Pegunungan Alpen, hari Selasa (24/3/2015).
Para siswa kelas 10 sekolah menengah atas Joseph-Koenig-Gymnasium menaiki pesawat nahas itu untuk pulang ke Jerman, usai menjalani program pertukaran pelajar di Institut Giola di Llinars del Valles, Spanyol selama sepekan. Itu adalah kunjungan balasan setelah bulan Desember lalu, 12 pelajar Spanyol menghabiskan waktu sepekan di sekolah mereka.
"Itu adalah program pertukaran bahasa Spanyol dan mereka sedang dalam perjalanan pulang setelah menjalani masa-masa yang mungkin paling indah dalam hidup mereka," kata Menteri Pendidikan Negara Bagian North Rhine Westphalia, Sylvia Loehmann.
"Ini sangat tragis, amat menyedihkan, amat tak terduga," katanya lagi.
Sebagian besar pelajar yang jadi korban tewas di pesawat berusia 15 tahun.
Pesawat yang dioperasikan maskapai Lufthansa jatuh di Pegunungan Alpen dan menewaskan 150 penumpang dan krunya. Germanwings mengkonfirmasi bahwa pesawat nahas itu membawa 144 penumpang dan enam kru.
Wali Kota Haltern am See Bodo Klimpel mengatakan, ketika mendengar kabar soal hilangnya pesawat tujuan Barcelona, para pelajar mulai sibuk mencari informasi.
"Dan ketika pesawat tersebut tidak mendarat dan mereka tidak bisa menghubungi rekan-rekan dan teman sekelas mereka dengan ponsel, saat itulah mereka menduga hal terburuk telah terjadi," kata Bodo Klimpel sembari menahan air mata di sebuah konferensi pers.
"Para siswa diinformasikan bahwa ada petunjuk yang cukup untuk menyimpulkan bahwa pesawat tidak mendarat di Duesseldorf," kata Klimpel.
Para pelajar dipulangkan, namun di sore hari mereka kembali ke sekolah sambil membawa lilin guna menggelar acara perkabungan di kota yang terletak di bagian utara Kota Dortmund dan Gelsenkirchen. Kota tersebut juga dikenal sebagai kota kelahiran bintang sepak bola Jerman, Benedikt Hoewedes. (Reuters)