Suara.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan, ketimbang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), lebih baik Pemerintah berkordinasi dengan DPR dulu.
Menurut Fahri, Perppu baru bisa diterbitkan jika dalam keadaan mendesak.
"Setiap gejala harus didalami dan pelajari. Dalam satu tahapan dan pengambilan keputusan yang baik. Tidak baik bangsa besar diseret ke agenda yang tidak matang dibahas. Daripada ambil jalan pintas semua buat Perppu. Baiknya pemerintah kasih proposal yang baik dan serahkan ke kami untuk dibahas. Perppu itu situasi luar biasa. Itu jangan dibahas sendiri," kata Fahri di DPR, Jakarta, Selasa (24/3/2015).
Lebih jauh dia menilai, sikap pemerintah yang sering membuat Perppu akan dinilai sebagai pemerintah yang otoriter.
"Suasana Perppu jangan otoriter," Fahri.
Perppu ISIS ini sebelumnya dilontarkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdjiatno. Dia berharap, Perppu ini bisa diintegariskan dengan UU yang sudah ada, seperti UU Terorisme.
"Selanjutnya, kami (pemerintah) akan buat Perppu (ISIS). Ada KUHP, UU Terorisme, tapi belum terintegrasi. Kami akan bikin Perppu, dan dibuatkan UU-nya. Kita ingin menangkap uang keluar dan kembali. Nah pokok utama Perppunya itu," kata Tedjo di JIEXpo, Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2015).
Sementara kepolisian pada akhir pekan lalu telah berhasil menangkan lima orang terduga jejaring ISIS Indonesia.
Mereka dibekuk di tempat berbeda, yakni di Tambun, Bekasi, kemudian di Petukangan Jakarta Selatan, Pamulang Tangerang Selatan dan di Cileungsi, Bogor.
Dari hasil penggeledahan, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti, yaitu sembilan telepon genggam, uang tunai Rp8 juta, uang tunai US$ 5.300, paspor, tiket, laptop, seragam, buku-buku, dokumen, senjata tajam, senjata api mainan dan senapan angin.