Suara.com - Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay menyayangkan adanya perlakuan diskriminatif terhadap nama Muhammad dan Ali yang terjadi di Bandara Sukarno-Hatta, Cengkareng.
"Kasus 'autogate' di Bandara Sukarno-Hatta telah banyak menarik perhatian. Ada yang menilai bahwa kejadian itu mengandung unsur kesengajaan," kata Saleh Partaonan Daulay melalui pesan elektronik di Jakarta, Sabtu (21/3/2015).
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan kasus diskriminatif harus segera dihentikan. Karena itu, pemerintah harus mengevaluasi perangkat lunak dalam gerbang otomotis tersebut.
Menurut Saleh, semua warga negara harus diperlakukan sama tanpa memandang agama, suku, ras, budaya, apalagi nama.
"Di negara lain saja, nama Muhammad dan Ali tidak dipersoalkan. Kok di negara yang mayoritas Muslim, seperti Indonesia malah muncul," kata alumni Universitas Colorado, Amerika Serikat, itu.
Saleh mencontohkan di Amerika ada seorang ulama Indonesia bernama Muhammad Shamsi Ali. Walaupun namanya mengandung kata Muhammad dan Ali, namun ulama ini cukup disegani.
Setidaknya, menurut Saleh, Muhammad Shamsi sudah banyak mendapatkan penghargaan dari Amerika untuk kepeloporannya dalam bidang toleransi antarumat beragama.
"Ketika saya belajar di Amerika, hampir semua orang Islam Indonesia mengenal dan mengetahui nama besar Ustadz Shamsi Ali. Walau tinggal di New York, namun dia dikenal di berbagai negara bagian lain. Ternyata, di sana nama Muhammad dan Ali justru bisa mendatangkan perdamaian dan pelopor dialog antarkeyakinan," tuturnya.
Saleh meminta kasus gerbang otomatis di Bandara Sukarno-Hatta itu tidak dianggap remeh. Perlu penanganan serius sehingga tidak menimbulkan dampak negatif. Apalagi, ada beberapa kalangan yang tersinggung terkait masalah ini.
"Kemarin ada teman saya yang telpon. Dia mengatakan kalau keluarganya sangat terkejut dengan kasus itu. Pasalnya, dia memiliki 3 saudara laki-laki yang semuanya memiliki nama yang diawali dengan Muhammad. Katanya, walau jarang ke luar negeri, tapi hati kecilnya menolak dan merasa terasing di negeri sendiri," pungkasnya. (Antara)