Suara.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu menetapkan Wali Kota Bengkulu, Helmi Hasan sebagai tersangka dugaan korupsi dana bantuan sosial sebesar Rp11,4 miliar pada APBD Bengkulu pada tahun 2012 dan 2013.
Helmi sendiri diketahui adalah adik Ketua MPR, sekaligus Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkfli Hasan.
"Penyidik telah menetapkan Wali Kota Bengkulu HH sebagai tersangka," kata Kepala Kejari Bengkulu Wito di komplek kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (19/3/2015).
Dia menjelaskan, proses penyidikan kasus ini sudah dilakukan sejak enam bulan lalu.
Sebelumnya, kata Wito, penyidik sudah menetapkan delapan tersangka dan mereka telah ditahan. Bulan ini akan dinaikkan ke tahap penuntutan.
Sementara dalam pengembangan kasus, penyidik Kejaksaan juga telah menetapkan tersangka baru sebanyak tujuh orang, termasuk Bupati Bengkulu Helmi Hasan.
Mereka diantaranya adalah Wakil Wali Kota Patriana Sosialinda, Anggota DPD RI yang juga mantan Wali Kota Bengkulu Ahmad Kanedi, Ketua DPRD Bengkulu periode 2009-2014 Sawaludin Simbolon dan Wakil Ketua DPRD Irman Sawiran. Berikutnya, Anggota DPRD Shandi Bernando, dan Direktur BUMD Ratu Agung Niaga Diansyah Putra.
"Jadi total tersangka kasus bansos tahun anggaran 2012 dan 2013 Kota Bengkulu ini ada 15 tersangka," terangnya.
Menurut Wito, proses pembahasan APBD, evaluasi, pelaksanaan, pertanggung jawaban atas dana Bansos itu telah menyimpang dari Permendagri 32 tahun 2011 dan Permendagri 39 tahun 2012 maupun di dalam UU nomor 17 2003 tentang keuangan negara serta Permendagri 13 tahun 2006.
Dia menjelaskan, prinsip dana bansos berdasarkan pasal 1 butir 15 dan 16 Permendagri nomor 32 tahun 2011 dikucurkan ketika terjadi resiko sosial.
"Berdasarkan permendagri, dana Bansos itu sifatnya selektif, tidak semua sembarang orang diberikan," jelasnya.
Selain itu, dalam kasus ini, pihak penerima dana Bansos itu diduga fiktif. Kejaksaan telah memiliki alat bukti yang lengkap.
"Bukti telah kami sita dan sudah ada persetujuan pengadilan," tandasnya.
Dalam perkara ini, lanjutnya, para tersangka dijerat dengan pasal 2, 3, dan 9 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini, Helmi diduga melakukan penyalahgunaan wewenang.