Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mempertanyakan dan mencurigai sikap pengacara terpidana mati kasus pembunnuhan Yusman Telaumbanua, yang semestinya melindugi klien.
Menurut aktivis KontraS, Putri Kanis, pengacara yang ditunjuk oleh hakim pada pengadilan Negeri Gunung Sitoli, Nias, ikut meminta Hakim memvonis kliennya dengan hukuman mati, kendari terdakwa masih berusia di bawah umur 17 tahun.
“Yang paling aneh dalam kasus ini adalah seorang Pengacara dalam pledoi lisannya, meminta majelis hakim untuk memvonis Yusman yang merupakan anak-anak tesebut untuk dihukum mati,” kata kepala Divisi pembela hak sipil dan politik Kontras Putri Kanis di Gedung KY, Jakarta Pusat, Kamis(19/3/2015).
Atas sikap aneh pengacara tersebut, Kontras akan berusaha untuk menelusuri kejadian tersebut.
KontraS juga meminta persatuan Advokat Indonesia (Peradi) untuk mengnvestigasi sang pengacara yang mendampingi Yusman.
“Ini memang patut ditelusuri, kami akan meminta Peradi untuk memanggil pengacara tersebut, namun kami pstikan dulu apakah dia tergabung dalam peradi atau tidak,” Putri menambahkan.
Seperti diketahui,pada tahun 2013 lalu, Majelis Hakim di PN Gunungsitoli Nias, Suamtera Utara memvonis mati tdua terpidana terkait dengan kasus pembunuhan berencana terhadap Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang dan Rugun Br. Halolo yang terjadi pada tahun 2012.
Dalam proses pemeriksaan polisi, setelah ditahan pada Sepetember 2012 hingga Desember 2013, Yusman bersama kakak Iparnya tidak didampingi kuasa hukum. Padahal keduanya tidak terlalu lancar berbahasa Indonesia.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan negeri Gunungsitoli yang diketuai oleh Hakim Silvia, memvonis pelaku pembunuhan terhadap tiga orang di Nias pada tahun 2012, Yusman Telaumbanua alias Ucok dan Rusulua Hia pada tahun 2013 lalu. Saat vonis dijatuhkan, Yusman masih berumur 16 tahun.
Putra Nias yang tidak bisa berbahasa Indonesia dengan lancar itu, kini sudah mendekam di LP Batu, Nusakambangan, Jawa Tengah.