Aris cerita selama 25 tahun tidak bisa melihat, dia ingin sekali menonton bioskop. Di masa kecil, keluarganya sering mengajak notnon. Namun Aris hanya bisa mendengar jelas suara bioskop, tidak dijelaskan deskrispi filmnya.
"Yang saya mau itu deskripsi. Misal dulu nontonn film 'Daun di Atas Bantal' sama keluarga. Keluarga yah asik sendiri aja. Saya juga nggak bisa tanya pas nggak ada suara, aktornya lagi apa. Nggak ada yang mau ngomong," cerita Aris.
Aris mengalami kebutaan sejak usia 4 tahun. Penyakit glaukoma menyerang matanya. Glaukoma ini akibat tekanan tinggi pada daerah dalam bola mata.
Aris membayangkan keluarga atau temannya bersedia bertindak sebagai pendeskripsi saat dia menonton film. "Aku rasa nggak sulit, Sarah saja yang baru, bisa melakukannya," harap Aris.
Mengimpikan 'Bioskop Bisik' di Indonesia
Bioskop bisik bukan hanya sekadar ungkapan, namun benar-benar ada. Pengurus LSM pengembangan khusus tuna netra, Mitra Netra Aria Indrawati pernah merasakannya di Australia.
Kata dia, bioskop itu sama seperti bioskop pada umumnya. Merlayar lebar, memiliki sistem pengeras suara sempurna dan tempat duduk yang nyaman. Namun bedanya, di setiap kursi disediakan earphone. Earphone itu akan mengeluarkan suara yang penjelasan tentang detil adegan film ketika dalam keadaan sunyi atau hanya ada gambar.
Bioskop yang sama juga ada di Malaysia. Pertengahan Januari 2015 lalu Malaysia meluncurkan bioskop khusus tuna netra. Bioskop juga dilengkapi dengan sistem audio yang menjelaskan tentang adegan atau pergerakan dalam film tersebut. Bioskop itu menjadi yang pertama di Asia Tenggara.
Indrawati mengatakan konsep bioskop bisik itu ada sejak tahun 2007. Namun disempurnakan dengan bantuan teknologi sejak tahun lalu dengan menggunakan transmiter yang biasa digunakan untuk penerjebah bahasa. Kemudian diaplikasikan di sebuah bioskop umum.
Namun tanpa teknologi deskripsi audio, bioskop bisik ini bisa diterapkan secara manual. Ini juga bisa diterapkan di lingkungan
keluarga dan lingkungan pertemanan.