Suara.com - Wacana revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) bernomor 99/2012 soal remisi koruptor yang digulirkan Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna Laoly, dinilai Ketua Badan Pengurus (BP) YLBHI Alvon Kurnia Palma sebagai tindakan politis. Pasalnya, menurut Alvon, apabila menilik dari data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terpidana kasus korupsi terbanyak berasal dari PDI Perjuangan.
"Harus dipertanyakan, ada apa menteri ingin revisi PP 99/2012. Ada temuan menarik, yang paling banyak terpidana korupsi itu dari PDI P," kata Alvon dalam diskusi bertema 'Remisi Buat Terpidana Korupsi, Apa Alasannya!', di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (18/3/2015).
Alvon mengungkapkan indeks partai tersangkut korupsi untuk PDI Perjuangan senilai 10,7 dengan 157 kasus. Sehingga, ia melihat ada motif politik dalam wacana tersebut.
"Kalau betul, ini ada niat buruk yamg dilakukan Menkumham. Pertama PDIP, Golkar, PAN. Ini data KPK yang saya buka," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan, wacana pengurangan hukuman atau remisi terhadap pelaku korupsi perlu diperketat supaya tidak sama untuk setiap narapidana biasa.
"Perlu ada peraturan yang jelas dalam tata cara memberikan remisi, baik dari prosedur maupun dari besarnya jumlah remisi yang diberikan, apakah sama besarnya dengan perbuatan kejahatan yang dilakukan," kata Farouk.
Farouk menilai, sistem hukum di Indonesia yang memberikan wewenang penuh pada pemerintah untuk memberikan remisi, membuat bias penegakan hukum tersebut. Karena, sambungnya, tidak ada patokan khusus untuk pemberian remisi ini.