Tak Ada Patokan Khusus untuk Berikan Remisi, Aturan Harus Jelas

Rabu, 18 Maret 2015 | 21:54 WIB
Tak Ada Patokan Khusus untuk Berikan Remisi, Aturan Harus Jelas
Menkumham Lantik Komisioner LMKN
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wacana pengurangan hukuman atau remisi terhadap pelaku korupsi perlu diperketat supaya tidak sama untuk setiap narapidana biasa. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad dalam diskusi bertema 'Remisi Buat Terpidana Korupsi, Apa Alasannya!', di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (18/3/2015).

"Perlu ada peraturan yang jelas dalam tata cara memberikan remisi, baik dari prosedur maupun dari besarnya jumlah remisi yang diberikan, apakah sama besarnya dengan perbuatan kejahatan yang dilakukan," kata Farouk.

Farouk menilai, sistem hukum di Indonesia yang memberikan wewenang penuh pada pemerintah untuk memberikan remisi, membuat bias penegakan hukum tersebut. Karena, sambungnya, tidak ada patokan khusus untuk pemberian remisi ini.

"Di Indonesia ini pembuat kebijakan sepenuhnya oleh Eksekutif, padahal di negara maju tidak semua law-enforcement policy dibuat eksekutif, karena walau bagaimanapun pemerintah adalah yang menang dalam kontes politik, sehingga kalau keputusan mau ngasih Remisi, orang jadi mikir ada apa? inikan bias," katanya.

Di tempat yang sama, Ketua Badan Pengurus (BP) YLBHI Alvon Kurnia Palma mengkritisi wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) bernomor 99/2012 yang digulirkan Men‎teri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna Laoly. Dalam revisi tersebut, syarat pemberian remisi adalah apabila narapidana berkelakuan baik. Syarat itulah yang menurut Alvon sulit diukur.

"Misalnya donor darah, kalau berdonor 10 kali dapat remisi 1 bulan, apa iya mendonor itu menjamin orang berkelakuan baik," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI